Nusantara

Mengenal Tumbilotohe, Tradisi Cahaya yang Menyambut Idul Fitri

×

Mengenal Tumbilotohe, Tradisi Cahaya yang Menyambut Idul Fitri

Sebarkan artikel ini
Lampu minyak yang dinyalakan saat perayaan tumbilotohe atau penyalaan berjuta lampu minyak di akhir Ramadan di Kota Gorontalo/Hibata.id
Lampu minyak yang dinyalakan saat perayaan tumbilotohe atau penyalaan berjuta lampu minyak di akhir Ramadan di Kota Gorontalo/Hibata.id

Hibata.id – Tumbilotohe, tradisi khas masyarakat Gorontalo, kembali digelar pada malam-malam terakhir Ramadan menjelang Idul Fitri.

Dikenal sebagai malam pasang lampu, tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-15 dan terus dilestarikan hingga kini sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah.

Sejarah mencatat, pada masa lampau masyarakat Gorontalo menggunakan penerangan dari wamuta atau seludang kelapa yang dihaluskan dan dibakar.

Alat penerangan ini dikenal dengan nama wango-wango. Seiring perkembangan zaman, masyarakat beralih ke tohetutu atau damar, yaitu getah padat yang menyala lebih lama saat dibakar.

Baca Juga:  Mengenal Turunani, Tradisi Lisan dan Nyanyian Adat Gorontalo yang Melegenda

Perkembangan penerangan terus berlanjut. Masyarakat kemudian menggunakan lampu sumbu dari kapas yang direndam minyak kelapa, dengan wadah dari kima (sejenis kerang) atau pepaya yang dipotong dua, dikenal dengan sebutan padamala. Seiring kemajuan teknologi, minyak tanah mulai digunakan dan hingga kini tetap menjadi bagian dari tradisi Tumbilotohe.

“Tumbilotohe tahun ini tetap meriah, masyarakat sangat antusias menjaga tradisi ini,” ujar Rendi Musa, salah satu warga Gorontalo.

Baca Juga:  Tradisi Payango, Warisan Adat Gorontalo dalam Membangun Rumah Impian

Kini, selain lampu minyak, ribuan lampu listrik turut menyemarakkan suasana. Tradisi yang hanya ada di Gorontalo ini menjadi ajang hiburan bagi masyarakat setempat dan menarik perhatian wisatawan.

Tak jarang, perayaan Tumbilotohe dijadikan ajang perlombaan antar kampung atau kecamatan. Selain memasang lampu, masyarakat juga mengadakan atraksi meriam bambu atau bunggo, menambah kemeriahan malam terakhir Ramadan.

Baca Juga:  Ajian Rawarontek: Misteri Ilmu Kanuragan Abadi yang Melegenda di Jawa

“Biasanya ada lomba antar kampung, jadi suasana semakin seru,” tambah Rendi.

Tumbilotohe sendiri merupakan aksi menyalakan lentera yang digantung pada rangka kayu berhias janur kuning atau alikusu. Di bagian atas rangka, digantung pisang sebagai simbol kesejahteraan serta tebu sebagai lambang keramahan dan kemuliaan hati dalam menyambut Idul Fitri.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600