Hibata.id – Ratusan nelayan kecil dari berbagai wilayah di Provinsi Gorontalo menggelar aksi unjuk rasa di depan Rumah Dinas Gubernur Gorontalo, Kamis (11/12/2025).
Mereka menyampaikan penolakan terhadap sejumlah kebijakan kelautan yang dianggap semakin memberatkan operasional penangkapan ikan.
Dalam aksi tersebut, para nelayan membawa spanduk berisi tuntutan utama, termasuk tingginya biaya Vessel Monitoring System (VMS) yang mencapai Rp15,5 juta serta iuran ayriatym sebesar Rp7 juta per tahun.
Menurut mereka, beban biaya itu tidak sebanding dengan pendapatan nelayan kecil di Gorontalo.
Massa aksi juga meminta agar kapal 32 GT yang sebelumnya diberikan melalui koperasi dikembalikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kapal itu dinilai tidak efektif digunakan karena tidak dapat mengakses BBM bersubsidi, sehingga menambah biaya operasional.
Selain itu, nelayan mendesak pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan rumpon terukur yang hanya diterapkan di enam provinsi, termasuk Gorontalo.
Pembatasan 16 rumpon untuk seluruh wilayah Gorontalo dianggap tidak realistis dan dapat menghambat aktivitas melaut.
Aturan mengenai pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor perikanan juga menjadi sorotan.
Nelayan menilai target pungutan dan ketentuan teknisnya tidak sesuai kondisi lapangan, sehingga berpotensi memperlambat proses perizinan kapal penangkap ikan.
Salah satu nelayan, Sarlis Mantu, menyampaikan keluhannya di hadapan peserta aksi.
“Kami nelayan kecil sudah cukup terbebani dengan biaya melaut yang makin tinggi. Jangan lagi ditambah aturan-aturan yang tidak realistis. Kami hanya ingin bisa bekerja dengan tenang untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.
Aksi berlangsung tertib dengan pengamanan aparat kepolisian. Hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Provinsi Gorontalo belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan para nelayan.












