Hibata.id – Petani nilam di wilayah Sulawesi Utara hingga Gorontalo menghadapi tekanan akibat anjloknya harga minyak nilam yang sebelumnya menjadi komoditas andalan sektor pertanian dan industri aromaterapi.
Minyak nilam, yang diekstrak dari daun tanaman Pogostemon cablin, dikenal luas sebagai bahan utama dalam industri parfum, kosmetik, dan aromaterapi.
Namun dalam beberapa bulan terakhir, harga komoditas ini merosot tajam dari kisaran Rp1,8 juta–Rp2 juta per kilogram menjadi hanya Rp900 ribu hingga Rp1,2 juta per kilogram.
Penurunan harga yang signifikan ini memunculkan berbagai spekulasi di kalangan petani. Beberapa di antaranya menduga adanya permainan harga oleh tengkulak atau pengepul lokal yang menguasai jalur distribusi minyak atsiri tersebut.
Selain itu, isu kelebihan produksi juga mencuat. Dalam dua tahun terakhir, tren peralihan petani dari komoditas jagung dan tanaman pangan lainnya ke budidaya nilam meningkat pesat. Hal ini dipicu oleh informasi pasar yang menunjukkan permintaan tinggi dan harga jual yang menjanjikan.
“Dulu kami tanam jagung, tapi karena banyak yang bilang nilam lebih untung, kami ikut tanam juga,” ujar Iman, seorang petani di Gorontalo, Sabtu (5/4/2025).
Namun, harapan itu berubah menjadi kekecewaan saat harga nilam turun drastis.
“Kami belum balik modal, tapi harga sudah jatuh. Kami bingung harus bagaimana,” tambahnya.
Masalah lain yang ditengarai menjadi penyebab turunnya harga adalah penurunan kualitas minyak nilam, terutama dari sisi kadar kematangan dan keasaman.
Menurut Yuriko Kamaru, seorang pembeli dan penguji kualitas minyak nilam di Gorontalo masih memenuhi standar mutu ekspor. Hal itu sebagian besar hasil panen dari petani lokal.
Meski begitu, ia menekankan kepada petani untuk melakukan penen sesuai prosedur. Diantaranya, panen dilakukan 6,5 hingga 7 bulan setelah tanam.
“Nanti panen kedua pun harus menunggu waktu yang sama dari pemotongan sebelumnya agar kualitas minyak tetap stabil,” ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya disiplin dalam proses budidaya dan panen untuk menjaga mutu minyak nilam, terutama dalam menghadapi persaingan pasar global yang semakin ketat.