Scroll untuk baca berita
Kabar

PETI Beroparsi di Belakang Kantor Camat Dengilo, Bukti Hukum Tak Bertaji

×

PETI Beroparsi di Belakang Kantor Camat Dengilo, Bukti Hukum Tak Bertaji

Sebarkan artikel ini
Aktivitas PETI Dengilo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Pemandangan ganjil sekaligus menyakitkan kini berlangsung di Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato. Di tengah hiruk-pikuk aktivitas tambang emas ilegal yang semakin brutal, aparat dan pemerintah justru memilih diam.

Ironisnya, lokasi tambang tersebut berada tepat di belakang Kantor Camat Dengilo—seolah menjadikan simbol negara sebagai latar kemunafikan hukum yang dipertontonkan secara telanjang.

Scroll untuk baca berita

Ketika dikonfirmasi oleh wartawan Hibata.id pada Sabtu (24/5/2025), Kapolsek Paguat Iptu Kusno Latjengke yang baru menjabat memberikan pernyataan normatif tanpa penegasan langkah hukum.

“Mohon maaf, saya baru menjabat sebagai Kapolsek Paguat. Setelah sertijab, saya masih ada giat di Polda, sehingga baru kembali dari kota. Sebagai Kapolsek baru, saya harus silaturahmi dan koordinasi dulu dengan Muspika dan unsur lain sambil jalan. Jadi itu dulu tanggapan saya. Terima kasih,” ujarnya singkat.

Baca Juga:  PT AGIT Gelar Bazar Ramadan hingga Salurkan 8.500 Paket Sembako

Respons ini menambah kekecewaan publik. Ketika tambang ilegal beroperasi secara terbuka tanpa rasa takut terhadap hukum, aparat justru berlindung di balik alasan birokrasi dan transisi jabatan.

Camat Dengilo, Zakir Ismail, belum memberikan pernyataan resmi. Diamnya pemerintah kecamatan kian menebalkan dugaan: hukum tak hanya ompong, tapi mungkin telah dibungkam.

Gambaran ini kontras dengan citra Kantor Camat sebagai pusat pemerintahan dan pengawasan wilayah. Ketika institusi formal negara dikepung praktik kriminal, maka yang terjadi adalah erosi total kepercayaan publik terhadap wibawa hukum.

Diketahui, kegiatan tambang ini bukan rahasia. Pantauan Hibata.id pada Jumat (23/5/2025), sejumlah alat berat tampak “menari” di kubangan tanah yang terus melebar. Suara mesin menderu dari pagi hingga senja, menggali dan mencabik-cabik bumi Popaya tanpa ampun.

Baca Juga:  Tertunda dan Tanpa Papan Proyek, Pekerjaan Jalan Desa di Buntulia Barat ini Mencurigakan

“Aktivitas PETI (Pertambangan Tanpa Izin) itu ada di belakang Kantor Camat Dengilo, Desa Popaya,” ujar seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya.

Padahal, kegiatan semacam ini jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), khususnya Pasal 158. Pasal itu mengancam pelaku tambang ilegal dengan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Namun di lapangan, pasal itu tampaknya hanya jadi ornamen dalam kitab hukum—tegas di atas kertas, tapi tak bertaring di hadapan alat berat.

Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, tambang ilegal ini telah merusak wajah alam Desa Popaya. Hutan yang dulu hijau dan rimbun kini berubah menjadi padang gersang penuh lubang. Air sungai keruh, kebun rusak, dan satwa liar menghilang entah ke mana.

Baca Juga:  Tidak Hanya Pekerjaan, Ternyata Pengawasan Proyek Gedung Puskesmas Mananggu Disulap?

Yang lebih mencemaskan, menurut sumber Hibata.id, kegiatan ini tak sekadar dijalankan oleh penambang liar biasa. Di belakangnya, disebut-sebut ada kelompok kuat yang dikenal sebagai “Joker”—bukan satu orang, melainkan jaringan dengan pengaruh yang diduga menjangkau hingga aparat penegak hukum.

“Kelompok Joker yang diduga mengendalikan aktivitas PETI di Dengilo,” tambah sang sumber.

Pertanyaannya: siapa sebenarnya “Joker”? Mengapa aparat seolah memilih bungkam? Apakah ada uang yang membungkam hukum dan nurani?

Namun yang lebih mendesak: rakyat menanti tindakan. Jika dibiarkan, bukan hanya hukum yang kehilangan wibawa, tapi juga masa depan generasi Popaya yang akan dirampas oleh kerakusan dan pembiaran.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600