Hibata.id – Ketua Lembaga Pengawas Pemerintah Provinsi Gorontalo (LP3G), Deno Djarai, kembali menyinggung proyek irigasi yang kini ramai dibicarakan.
Proyek senilai sekitar Rp43 miliar, yang dikerjakan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II Gorontalo dinilainya tidak berjalan sesuai rencana awal.
Dalam perbincangan Selasa (09/12/2025), Deno mengisahkan bagaimana laporan masyarakat dan temuan awal DPRD membuat ia dan timnya turun meninjau beberapa titik pembangunan.
Hasilnya, mereka menemukan kondisi yang tidak sesuai harapan. Sejumlah lokasi pembangunan jaringa irigasi—di Perintis, Bongopini, Tilongkabila, hingga Pilohayanga—ternyata berada di area yang tidak memiliki lahan persawahan.
“Pernyataan Komisi III DPRD itu sangat saya apresiasi karena ini menyangkut uang negara. Penggunaan uang negara tentu kami awasi,” kata Deno dengan nada tegas.
Ia menjelaskan, apa yang dilihat Komisi III selaras dengan temuan LP3G. Di beberapa titik, jaringan air dibangun di kawasan tanpa aktivitas pertanian. Situasi ini membuatnya mempertanyakan tujuan proyek tersebut.
“Bagaimana proyek untuk membangun air sedangkan di situ tidak ada sawah. Itu kayak di Perintis, Pilohayanga. Kalau tidak ada manfaatnya, itu jelas merugikan keuangan negara,” lanjutnya.
Deno meminta BWS Sulawesi II bersama Satuan Kerja serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meninjau ulang seluruh perencanaan. Ia menilai, langkah evaluasi tidak boleh lagi ditunda demi memastikan proyek benar-benar bermanfaat.
“Saya minta kepala balai sungai, Satker, kemudian PPK-nya, untuk mempertimbangkan apakah dilakukan pemutusan kontrak supaya proyek itu benar-benar bermanfaat,” ungkapnya.
Jika upaya dialog tidak membuahkan hasil, Deno memastikan dirinya siap menempuh jalur hukum.
“Apabila tidak ditindaklanjuti, kemungkinan besar minggu ini saya akan berkonsultasi sekaligus melaporkan ke Kejaksaan Tinggi,” katanya.
Ia menganggap kesalahan perencanaan menjadi tanda awal adanya potensi penyimpangan anggaran.
“Kalau perencanaannya salah dan tidak ada asas manfaatnya, maka itu memenuhi unsur bahwa terjadi kerugian di situ,” ucapnya.
Di sisi lain, cerita berbeda datang dari wilayah Bone Bolango. Anggota DPRD, Yakub Tangahu, mengingat kembali bahwa rencana pembangunan irigasi seharusnya difokuskan di daerah Pinogu—kawasan yang sangat membutuhkan dukungan pertanian.
Namun pada prosesnya, lokasi proyek justru dialihkan ke sekitar Danau Perintis.
“Harusnya BWS menyampaikan ke kami kalau proyek irigasinya pindah ke Perintis, agar ketika masyarakat bertanya kami juga tahu,” kata Yakub.
Ia melihat perpindahan lokasi tanpa urgensi pertanian sebagai langkah yang membingungkan dan jauh dari kebutuhan nyata warga.












