Hibata.id – Sebanyak 329 tenaga honorer non-database di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo, mendadak mendatangi Adhan Dambea, Ahad (30/11/2025) malam.
Kehadiran mereka bukan tanpa alasan. Para guru honorer ini menyampaikan keresahan yang telah menahun—bahkan sebagian di antaranya telah mengabdi selama 15 tahun tanpa kejelasan status, sementara sejumlah mantan murid kini telah menjadi aparatur sipil negara.
Upaya mereka memperjuangkan nasib juga bukan baru kali ini dilakukan. Sejak 2017, mereka berulang kali mendatangi kantor Pemprov Gorontalo, hingga harus terbang ke ibu kota untuk menemui Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara. Namun, semua perjuangan itu tak membuahkan hasil.
Para honorer ini tersingkir sejak proses pendataan 2022, dengan alasan penempatan mereka di sekolah swasta tidak terhubung ke sistem data nasional. Ironisnya, mereka mengantongi surat keputusan dari Pemprov Gorontalo dan mendapat gaji melalui APBD Provinsi Gorontalo.
“Kami tereliminasi. Tidak bisa ikut seleksi. Ketika ada formasi tambahan, itu hanya untuk yang sudah masuk database nasional,” kata salah seorang guru dalam pertemuan itu.
Peluang mereka kembali tertutup pada 2023, ketika pemerintah pusat membuka ruang pengusulan formasi PPPK.
Saat itu, Pemerintah Provinsi Gorontalo tidak mengajukan formasi, sehingga mereka kembali kehilangan kesempatan.
Situasi makin genting. Jika SK mereka tidak diperpanjang pada 2026, ratusan guru ini terancam kehilangan penghasilan dan kesejahteraan yang selama ini menopang keluarga mereka.
Mendengar itu, Adhan Dambea mengaku terkejut sekaligus menyesalkan sikap Pemerintah Provinsi Gorontalo.
“Nasib mereka ini sangat menyedihkan. Mereka berjuang sejak 2017, ada yang sudah mengabdi 15 tahun. Seharusnya diperjuangkan, bukan dibiarkan,” ujarnya.
Berdasarkan data yang ia terima, total ada 329 guru honorer non-database yang tersebar di enam daerah, yakni: Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo Utara, serta Kota Gorontalo.
Adhan pun menginisiasi gerakan solidaritas lintas daerah.
“Saya mengajak para bupati untuk sama-sama memperjuangkan nasib mereka. Ini bukan hanya soal satu daerah,” tegasnya.
Dalam waktu dekat, ia juga berencana menemui pimpinan BKN guna mengupayakan agar ratusan tenaga honorer ini dapat terakomodasi dalam skema PPPK paruh waktu.
Seruan moral juga disampaikan Adhan: ia menegaskan agar tidak ada intimidasi terhadap guru-guru yang menyuarakan aspirasinya.
“Saya minta dinas dan kepala sekolah, jangan memarahi mereka. Mereka berjuang demi masa depan keluarga. Justru harus dibantu,” katanya dengan nada keras namun empatik.
Di akhir pertemuan, perwakilan tenaga honorer mengaku lega atas sikap dan komitmen Wali Kota tersebut. Di sisi lain, muncul kekecewaan kolektif—bahkan sempat terdengar pernyataan.
“Andai pemimpin di provinsi punya kepedulian seperti beliau.”












