Scroll untuk baca berita
Kabar

Sudah Empat Aktivis Gorontalo Diserang OTK Akibat PETI, BEM Nusantara Desak Kapolri Copot Kapolda

×

Sudah Empat Aktivis Gorontalo Diserang OTK Akibat PETI, BEM Nusantara Desak Kapolri Copot Kapolda

Sebarkan artikel ini
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo/kemenpora/Hibata.id

Hibata.id – Gelombang kekerasan terhadap aktivis mahasiswa kembali mencoreng wajah demokrasi Indonesia. Kali ini, insiden terjadi di Provinsi Gorontalo, di mana sudah ada empat aktivis mahasiswa yang vokal menolak aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) menjadi sasaran teror dan kekerasan fisik oleh orang tak dikenal (OTK).

Salah satu korban, Harun Alulu, aktivis mahasiswa sekaligus Koordinator Daerah BEM Nusantara (BEMNUS) Gorontalo, mengalami luka serius hingga nyaris patah tulang. Serangan terjadi tak lama setelah aksi damai menolak tambang ilegal yang digelar mahasiswa.

Scroll untuk baca berita

Koordinator BEM Provinsi Gorontalo, Almisbah Ali Dodego menegaskan bahwa peristiwa ini bukan semata-mata kekerasan acak, melainkan bentuk teror sistematis untuk membungkam gerakan mahasiswa.

“Kami menyaksikan langsung bagaimana kawan-kawan kami diteror secara brutal. Ini bukan sekadar serangan fisik, ini adalah upaya pembungkaman terhadap suara kritis mahasiswa. Jika dibiarkan, demokrasi lokal di Gorontalo akan mati pelan-pelan,” tegas Misbah.

Ia juga menyayangkan lambannya respon aparat penegak hukum, terutama Polda Gorontalo, yang dinilai tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus ini. Menurutnya, jika Kapolda Gorontalo tidak mampu menjamin keamanan rakyat dan mahasiswa, maka sudah sepantasnya beliau dicopot.

“Kami meminta Kapolri dan Presiden untuk segera turun tangan,” ujarnya tegas.

Pernyataan serupa disampaikan oleh Mahshun Fuad, Koordinator Isu Sosial dan Politik Pengurus Pusat BEM Nusantara. Ia menilai tindakan teror terhadap mahasiswa merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan penghinaan terhadap nilai-nilai demokrasi.

“Kami mendesak Kapolri segera mengevaluasi dan mencopot Kapolda Gorontalo. Negara tidak boleh tunduk pada premanisme. Jika negara abai terhadap kekerasan terhadap aktivis, maka kita sedang mundur dari semangat reformasi dan keadilan sosial,” kata Mahshun.

Mahshun juga menegaskan bahwa insiden ini hanyalah puncak dari gunung es lemahnya penegakan hukum di Gorontalo, terutama terhadap maraknya PETI yang merusak lingkungan dan memicu konflik sosial.

Baca Juga:  Akui Tangan Besi Kombes Bersalah, Kapolda Gorontalo Minta Maaf ke Jurnalis

Gelombang kekerasan terhadap aktivis telah memantik solidaritas luas dari berbagai elemen mahasiswa dan organisasi sipil. Mereka menyampaikan tiga tuntutan utama:

  1. Pengusutan tuntas terhadap pelaku lapangan dan aktor intelektual di balik teror.
  2. Penegakan hukum tegas terhadap aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan dan memicu konflik horizontal.
  3. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparat keamanan, khususnya di wilayah Gorontalo, yang gagal menjaga hak-hak konstitusional warga negara.

Kekerasan terhadap aktivis menandakan bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia masih jauh dari aman. Demokrasi membutuhkan ruang bagi suara-suara kritis, bukan intimidasi atau kekerasan. Jika aparat negara terus gagal bertindak, maka publik berhak mempertanyakan posisi dan keberpihakan mereka.

Sebelumnya, terkait persoalan penganiayaan aktivis ini, Polda Gorontalo melalui Kabid Humas Kombes Pol. Desmont Harjendro mengatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki kasus-kasus tersebut.

“Untuk kasus yang di Kabupaten Gorontalo, sudah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan masih berproses,” kata Desmont seperti dikutip dari Penagar.id.

Desmont memastikan pihaknya akan mengusut tuntas kasus tersebut. Untuk itu, kata Desmont, penanganan kasus tersebut dibantu langsung oleh Polda Gorontalo sebagai bentuk keseriusan terhadap kasus ini.

“Polda Gorontalo langsung back up ke Polres Gorontalo untuk mempercepat proses penyelidikan. Secepatnya kalau sudah lengkap keterangan dan bukti lain akan kita infokan kembali,” tambahnya.

4 Aktivis sudah jadi Korban

Kekerasan terhadap aktivis yang vokal mengkritik aktivitas pertambangan emas tanpa izin di Gorontalo kembali terjadi. Setelah sebelumnya tiga aktivis menjadi korban, kini giliran Syawal Hamjati, mantan Wakil Presiden Mahasiswa IAIN Gorontalo, yang diserang oleh orang tak dikenal (OTK).

Peristiwa penyerangan terjadi pada Rabu dini hari, 15 Mei 2025, sekitar pukul 03.00 WITA. Saat itu, Syawal dalam perjalanan pulang melintasi jalur Gorontalo Outer Ring Road (GORR). Ketika melewati area sepi di sekitar bekas kebun binatang, ia dihampiri oleh dua orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor Beat Street berwarna hitam.

Baca Juga:  Pengumuman Hasil PPPK Tahap II, Berikut Panduan Akses SSCASN

Kedua pelaku langsung menghentikan laju kendaraan Syawal. Setelah korban berhenti, salah satu pelaku menanyakan identitasnya. “Kamu yang bernama Syawal?” ujar pelaku, seperti ditirukan Syawal.

Tanpa banyak bicara, pelaku langsung melayangkan pukulan ke arah wajah, perut, dan bibir Syawal. Usai melakukan aksi kekerasan, kedua pelaku segera melarikan diri. Syawal pun babak belur akibat serangan tersebut.

Ia menduga aksi kekerasan itu berkaitan dengan sikap kritisnya terhadap berbagai isu, terutama aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Gorontalo, termasuk di Pohuwato. Syawal selama ini dikenal aktif dalam berbagai aksi unjuk rasa menyuarakan persoalan tersebut. Atas insiden ini, ia telah melaporkan kejadian penyerangan ke Polres Gorontalo.

“Perbuatan yang tidak gentleman ini harus ditelusuri hingga ke akarnya,” ujar Syawal Hamjati kepada Hibata.id pada Jumat (16/5/2025).

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap aktivis lingkungan di Gorontalo. Dengan insiden ini, sudah empat orang aktivis yang menjadi korban dalam kurun waktu yang belum terlalu lama.

Sebelumnya, Serangan pertama menimpa Hidayat Musa, eks Ketua Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) Gorontalo, pada Minggu malam, 27 April 2025. Saat melintas di kawasan Polsek Kota Timur, dua orang tak dikenal memepet sepeda motornya.

Satu dari mereka menendang kepala Hidayat hingga helmnya pecah. Beruntung, ia tetap mampu mengendalikan motor dan menyelamatkan diri. Namun trauma menyeretnya hingga kini.

Delapan hari kemudian, giliran Amin Dj. Suleman, Ketua Gerakan Aktivis Milenial (GAM), dikepung dan dihajar di tengah Jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR). Empat orang pria bertopeng memukulinya dengan balok kayu.

Baca Juga:  Kemenkumham Gorontalo Minta Mayarakat Waspadai Notaris Nakal

Aksi itu terekam kamera warga dan viral di media sosial. Amin dikenal vokal menolak praktik pertambangan emas ilegal dan penyelundupan batu hitam dari wilayah Pertambangan emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten tetangga.

Tak cukup sampai di sana. Selasa dini hari, 13 Mei 2025, Harun Alulu alias Oga—Koordinator BEM Nusantara Gorontalo—dihajar saat pulang ke tempat kosnya.

Empat pria berbaju hitam menunggu di tikungan, menghampiri dengan motor NMax, lalu menghantam punggungnya dengan balok. Harun tersungkur, dan para pelaku kabur ke dalam gelap.

Ketiganya telah melapor ke polisi. Namun hingga berita ini ditulis, tak satu pun pelaku tertangkap. Penyidikan jalan di tempat. Negara seolah absen, membiarkan kekerasan terhadap aktivis menjadi bagian dari keseharian.

Sejumlah kalangan menduga aksi kekerasan ini berkaitan erat dengan peran para korban yang selama ini aktif mengkritik pertambangan emas tanpa izin (PETI).

Bahkan, isu ini memunculkan spekulasi mengenai kemungkinan keterlibatan oknum—baik preman bayaran maupun aparat yang membekingi praktik pertambangan tanpa izin di sejumlah wilayah.

Pasalnya, Di Gorontalo, PETI bukan sekadar tambang kecil-kecilan. Ada puluhan titik tambang emas ilegal yang beroperasi tanpa pengawasan, tanpa reklamasi, tanpa ampun.

Kondisi ini telah lama disorot oleh para aktivis, yang menyebut praktik PETI sebagai “kejahatan lingkungan berjamaah.” Namun suara-suara peringatan itu justru kini dibalas dengan kekerasan, bukan dengan perlindungan.

Aktivis dan organisasi masyarakat sipil di Gorontalo mendesak Polda Gorontalo segera menuntaskan penyelidikan, mengungkap pelaku dan motif serangan, serta memberikan jaminan perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan.

Negara juga didesak harusnya hadir melindungi warga yang menjalankan fungsi kontrol sosial. Jangan biarkan aktivis dikriminalisasi dengan cara kekerasan.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600