Hibata.id – Kasus dugaan intimidasi oleh oknum ASN berinisial KL, yang juga menjabat sebagai Penjabat Kepala Desa Tunas Jaya, kembali memicu gelombang kritik. Kali ini, Syahril Razak, warga Desa Butungale yang menjadi pelapor dalam kasus tersebut, secara terbuka menyuarakan kekecewaannya terhadap Camat Popayato Barat yang dinilainya tidak netral dan tidak transparan dalam penanganan laporan.
Dalam pernyataannya, Syahril menegaskan bahwa ia telah berupaya berkali-kali menghubungi Camat Popayato Barat guna mendapatkan penjelasan terkait perkembangan laporannya. Namun, menurutnya, tidak ada tanggapan yang memadai, bahkan dirinya justru baru mengetahui dari pihak lain bahwa laporan itu sudah lebih dahulu dikirimkan ke Bupati Pohuwato, tanpa adanya upaya klarifikasi langsung.
“Saya sangat kecewa. Saya ini pelapor, tapi tidak pernah sekalipun diajak bertemu dengan terlapor. Tahu-tahu, laporan sudah masuk ke bupati. Ini sangat tidak adil,” ungkap Syahril kepada Hibata.id, Jumat (11/04/2025).
Syahril tak hanya mempertanyakan ketidakterbukaan proses klarifikasi, tetapi juga menilai pernyataan camat di media sebagai bentuk pembelaan sepihak terhadap KL.
“Pak Camat seharusnya jadi penengah, bukan malah terkesan jadi pembela. Klarifikasi beliau di media tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Ini seperti sedang menyelamatkan bawahan, bukan menyelesaikan masalah,” katanya.
Dalam pesan pribadinya kepada Camat, yang dibagikan kepada redaksi, Syahril menulis secara gamblang:
“Bolomaapu Pak Camat, klarifikasi ini tidak tepat dan tidak sesuai kejadian… Jangan seakan membela bawahan yang jelas-jelas bersalah. Saya siap dipertemukan dengan oknum ASN bersangkutan, dan ada saksi-saksi yang melihat langsung kejadian.”
Syahril juga mengkritik keras sikap KL saat insiden terjadi di kantor camat. Ia menyebut tindakan KL—yang marah-marah, duduk di atas meja saat bicara, dan melempar tuduhan—tidak mencerminkan etika seorang aparatur sipil negara.
“Usia lebih tua, tapi sikap seperti preman. Ini bukan teladan. ASN model begini hanya merusak citra institusi,” ucapnya.
Paling menohok, Syahril menyindir kepemimpinan Camat Popayato Barat yang menurutnya lebih menyerupai pola oligarki—berpihak pada kekuasaan, bukan keadilan.
“Seharusnya pemimpin itu objektif, mendengar kedua belah pihak. Kalau begini caranya, ini bukan sikap seorang pemimpin solutif, tapi pemimpin yang cenderung melindungi lingkarannya sendiri.”
Ia mendesak agar pemerintah kecamatan dan Pemkab Pohuwato membuka ruang mediasi terbuka, menghadirkan kedua pihak dan para saksi agar kebenaran bisa diungkap secara utuh, bukan dibungkam dalam proses administratif yang diam-diam.
“Kami warga tidak minta keistimewaan. Kami hanya minta keadilan. Kalau tidak bisa didapat dari camat, maka kami akan cari dari bupati atau bahkan lebih tinggi lagi,” tutup Syahril.