Scroll untuk baca berita
Kriminal

Usai Dipecat, Proses Pidana Dugaan Persetubuhan dan Pemerasan Aksel Berlanjut

Avatar of Hibata.id✅
×

Usai Dipecat, Proses Pidana Dugaan Persetubuhan dan Pemerasan Aksel Berlanjut

Sebarkan artikel ini
Kolase Foto: Aksel, terduga pelaku pemerasan dan Kapolda Gorontalo Irjen Pol Widodo. Foto: ist/Hibata.id
Kolase Foto: Aksel, terduga pelaku pemerasan dan Kapolda Gorontalo Irjen Pol Widodo. Foto: ist/Hibata.id

Hibata.id – Pemecatan anggota kepolisian dengan status Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sering kali tampil sebagai klimaks drama penegakan disiplin di tubuh Polri.

Namun dalam kasus AM alias Aksel, publik rasanya belum layak menutup bab dengan tepuk tangan. Justru yang menarik baru saja dimulai, proses pidana.

Kepolisian Daerah Gorontalo mengumumkan putusan sidang etik terhadap mantan anggota berinisial AM dengan cukup tegas.

Kepala Bidang Humas Kombes Pol Desmont Harjendro, Kamis, menyatakan:

“Untuk putusan sidang kode etik sudah PTDH. Jadi itu sudah kita proses, kita sidangkan, dan kita putuskan.”

Sebuah kalimat pendek tanpa drama, tetapi isinya mengandung implikasi panjang. PTDH memang langkah keras, tetapi itu hanyalah penyelesaian ranah etik—ranah yang sering menjadi surga bagi perkara yang ingin mati pelan-pelan.

Baca Juga:  Kabur ke Sulut, Pemuda di Gorontalo Diringkus Usai Mencuri Motor

Untungnya, Desmont buru-buru menegaskan sesuatu yang jauh lebih penting:

“Kalau untuk pidananya, proses lanjut. Tidak ada kaitannya dengan kode etik.”

Kalimat ini ibarat pagar batas agar publik tak terjebak euforia PTDH seakan semua sudah selesai. Tidak.

Di luar pagar etik masih ada pengadilan pidana, dan di situlah masyarakat menunggu pertanggungjawaban sesungguhnya.

Polda bahkan menyatakan ruang banding tetap terbuka:

“Mungkin saja ada banding dan lain sebagainya. Itu adalah hak tersangka atau terdakwa. Kita tunggu saja jika memang ada upaya banding.”

Tidak ada yang salah dengan upaya banding. Itu hak hukum. Yang perlu dijaga adalah agar proses pidana tidak terganjal oleh hiruk pikuk administratif.

Baca Juga:  Polresta Gorontalo Kota Sikat Debt Collector Ilegal yang Paksa Tarik Mobil Warga

Sudah terlalu banyak contoh sebelumnya yang berhenti pada sanksi internal dan kemudian menguap di ruang peradilan.

Kronologi Kasus

Kasus ini mencuat Mei 2025. Korban—mahasiswi D3 di Makassar—mengaku dipanggil ke Gorontalo tanpa sepengetahuan keluarga.

Dua minggu tinggal di rumah pelaku, termasuk ketika orang tuanya ada di tempat. Di situ korban baru mengetahui bahwa Aksel telah beristri.

Laporan polisi menyebut korban mengaku dipaksa melakukan hubungan layaknya suami istri dengan iming-iming janji akan dinikahi.

Ketika menolak, ancaman datang, rekaman pribadi akan disebarkan. Bukti percakapan, laporan resmi, dan hasil visum sudah berada di tangan penyidik.

Apapun hasil persidangan nanti, yang tak bisa dibantah adalah ada kerentanan yang terluka, dan publik ingin luka itu tidak disapu dengan sapu wacana.

Baca Juga:  3 Penambang Ilegal Pohuwato Jadi Tersangka, Lalu Bagaimana dengan Balayo?

PTDH memang sinyal bahwa kepolisian tidak ingin menyembunyikan borok internal. Tetapi sinyal bukan tujuan. Yang ditunggu masyarakat adalah putusan pengadilan.

Apakah kasus kekerasan seksual dan pemerasan—jika terbukti—akan ditindak tegas, atau justru tenggelam dalam tradisi kompromi yang sudah terlalu sering terjadi.

Hukum yang tuntas bukan hanya menindak pelaku, tapi juga memulihkan keamanan dan kepercayaan masyarakat.

Hibata.id tetap membuka ruang bagi AM alias Aksel atau kuasa hukumnya untuk menyampaikan klarifikasi resmi kapan pun. Sebuah kasus belum dikatakan selesai sebelum seluruh pihak diberi tempat menyampaikan versi mereka.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel