Hibata.id – Puluhan warga dari Kecamatan Bumi Raya dan Kecamatan Wita Ponda yang tergabung dalam Gerakan Petani Indonesia Menggugat (GAPIT) melakukan aksi protes terhadap rencana pembangunan crossing jalur pipa air baku di Sungai Karaopa, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, pada Senin (5/5/2025).
Proyek ini direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air baku dua perusahaan industri besar, yakni PT. Indonesia Huabao Industri Park (IHIP) dan PT. Bahusuo Taman Industri Investment Group (BTIIG), yang beroperasi di Kecamatan Bungku Barat.
Warga menilai proyek tersebut mengancam keberlangsungan irigasi Sungai Karaopa, sumber utama pengairan bagi lebih dari 1.578 hektare sawah di 10 desa di Kecamatan Bumi Raya dan 530,6 hektare sawah di 3 desa di Kecamatan Wita Ponda. Lahan pertanian tersebut menjadi tumpuan hidup ribuan keluarga petani.
“Pembangunan ini sangat mengancam mata pencaharian petani. Air sungai yang selama ini menopang pertanian bisa terganggu, dan dampaknya akan sangat luas,” ujar Wandi, Manajer Kampanye WALHI Sulawesi Tengah.
Selain dampak ekologis dan sosial, pembangunan jalur pipa tersebut diduga melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 7 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2019–2039, yang telah menetapkan kawasan Bumi Raya dan Wita Ponda sebagai zona pertanian.
WALHI Sulawesi Tengah secara tegas menolak proyek ini. Wandi menambahkan, selama kurang lebih tiga tahun keberadaan kawasan industri IHIP, berbagai dampak buruk telah dirasakan masyarakat: mulai dari polusi udara akibat PLTU batu bara, perampasan tanah, hingga kriminalisasi terhadap warga yang menolak aktivitas industri.
“Ada 10 warga yang dikriminalisasi, lima di antaranya digugat ganti rugi sebesar Rp14 miliar, dan lima lainnya dilaporkan atas tuduhan menghalangi investasi. Ini adalah bentuk nyata dari ketimpangan dan penindasan,” tambah Wandi.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah turut menyuarakan desakan agar proyek dihentikan. Koordinator JATAM Sulteng, Taufik, menilai aksi warga merupakan bentuk kekhawatiran yang beralasan dan harus ditanggapi secara serius oleh Pemerintah Kabupaten Morowali dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
“Rencana pembangunan pipa air ini tidak hanya mengancam sawah-sawah produktif, tetapi juga bertentangan dengan RTRW. Ini harus dihentikan sebelum kerusakan terjadi,” tegas Taufik.
Ia menambahkan bahwa keuntungan dari aktivitas industri tambang seperti ini hanya dinikmati oleh segelintir pihak, sementara masyarakat lokal harus menanggung dampak lingkungan dan sosial.
“Lahan pertanian ini adalah sumber hidup bagi ratusan keluarga. Jangan tumbalkan tanah subur hanya demi kepentingan investasi yang merugikan rakyat,” pungkasnya.
WALHI dan JATAM Sulawesi Tengah menyerukan agar pemerintah pusat dan daerah segera mengevaluasi ulang proyek ini serta melakukan audit menyeluruh terhadap kegiatan dan dampak operasional PT IHIP dan PT BTIIG.