Scroll untuk baca berita
Nusantara

Kain Tenun Sutra Sengkang, Warisan Budaya Bugis dari Kampung Penenun Wajo

Avatar of Hibata.id✅
×

Kain Tenun Sutra Sengkang, Warisan Budaya Bugis dari Kampung Penenun Wajo

Sebarkan artikel ini
Kain Tenun khas Sengkang yang berada di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. (dok. disbudpar.sulselprov.go.id)
Kain Tenun khas Sengkang yang berada di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. (dok. disbudpar.sulselprov.go.id)

Hibata.id – Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan dikenal luas sebagai sentra penghasil kain tenun sutra tradisional khas Bugis. Salah satu daerah pengrajin tenun terkemuka berada di Kecamatan Sengkang, yang juga dijuluki sebagai pusat kain sutra terbesar di provinsi ini.

Mayoritas masyarakat Wajo menggantungkan hidup dari budidaya ulat sutra dan kerajinan kain tenun sutra tradisional. Bahkan, Desa Pakanna mendapat sebutan khusus sebagai kampung penenun karena hampir seluruh warganya menenun secara turun-temurun.

Baca Juga:  Bandung Kembali Gaungkan Semangat Persatuan Asia-Afrika

Produksi kain tenun di Sengkang bukan hanya sekadar usaha ekonomi, tetapi telah menjadi bagian penting dari identitas budaya Bugis. Mengutip data dari Kementerian Keuangan RI, masyarakat Bugis menyebut kain sutra sebagai sabbe yang sering dipakai dalam upacara adat serta dijadikan simbol penghormatan.

Makna dan Motif Penuh Nilai Budaya

Kain tenun Sengkang kaya motif tradisional khas Sulawesi Selatan seperti sirsak coppobola, ballo makalu, ballo renni, cabosi, hingga lagosi. Setiap motif menggambarkan nilai kehidupan dan falsafah masyarakat Bugis.

Baca Juga:  10 Pahlawan Nasional yang Mengubah Arah Sejarah Bangsa Indonesia

Tak hanya corak, warna pada kain tenun Sengkang juga mengandung makna simbolis. Warna merah mencerminkan keberanian dalam kebenaran, putih melambangkan kesucian, hijau menunjukkan kesuburan dan kemakmuran, sementara kuning mencerminkan keindahan dan kemuliaan.

Penggunaan warna bahkan dikaitkan dengan ekspresi jiwa: hitam untuk suasana duka, merah untuk kegembiraan, dan putih untuk kesucian batin.

Perpaduan Tradisi dan Teknologi

Hingga kini, masyarakat Sengkang masih memproduksi tenun dengan alat tenun tradisional gedongan. Namun, sebagian pengrajin juga mulai menggunakan mesin pemintal benang otomatis untuk meningkatkan produktivitas tanpa menghilangkan sentuhan warisan leluhur.

Baca Juga:  Islam Progresif dan Marxisme: Jejak Perlawanan Rakyat Kecil dari Diponegoro

Perkembangan ini menunjukkan bahwa tenun sutra Sengkang berhasil beradaptasi dengan zaman, sekaligus tetap mempertahankan nilai-nilai budaya lokal. Produk kerajinan ini kini tidak hanya laris di pasar domestik, tetapi juga memiliki potensi ekspor sebagai produk unggulan ekonomi kreatif berbasis budaya.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel