Hibata.id – Pelantikan tujuh pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gorontalo (kabgor) mencatat sejarah baru. Untuk pertama kalinya, prosesi pengambilan sumpah jabatan dilaksanakan di Masjid Agung Baiturrahman Limboto, Jumat (28/11/2025), dipimpin langsung oleh Bupati Gorontalo Sofyan Puhi.
Masjid yang selama ini menjadi pusat ibadah, berubah menjadi tempat saksi sumpah jabatan yang berlangsung dalam suasana religius dan penuh keheningan.
Tidak seperti pelantikan di ruang kantor pemerintahan, prosesi kali ini disertai simbol spiritual yang kental dan mencuri perhatian para hadirin.
Pada momen inti pelantikan, ketujuh pejabat berdiri menjunjung Al-Qur’an saat mengucapkan sumpah jabatan. Simbol tersebut menjadi penegasan komitmen moral bahwa amanah jabatan harus dijalankan secara jujur, bersih, dan bertanggung jawab.
Tak lama berselang, suasana kembali hening ketika selembar kain kafan dibentangkan di hadapan para pejabat. Simbol tersebut dihadirkan sebagai pengingat bahwa jabatan bersifat sementara, sedangkan tanggung jawab seorang pejabat berlangsung hingga akhirat.
Ustaz Syarifudin Mateka, S.Ag. yang turut hadir dalam pelantikan, mengaku sangat terharu dengan prosesi tersebut. Ia menilai acara pelantikan bukan sekadar seremoni administrasi, tetapi sebuah pesan moral yang kuat untuk seluruh pejabat daerah.
“Menjunjung Al-Qur’an bukan sekadar simbol. Itu sumpah langsung di hadapan Tuhan,” ujarnya dengan suara bergetar.
Menurut Syarifudin, penggunaan kain kafan memperjelas pesan utama pelantikan: jabatan adalah amanah dan bukan kekuasaan yang kekal. Ia menegaskan bahwa dalam perspektif keagamaan, setiap kebijakan pejabat akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun akhirat.
“Simbol itu mengingatkan pejabat agar menjauhi korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Rakyat adalah amanah, bukan objek kekuasaan,” tambahnya.
Pelantikan bergaya religius tersebut mencerminkan arah baru kepemimpinan Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang ingin menempatkan nilai moral, etika, dan spiritualitas sebagai fondasi dalam pelayanan publik.
Prosesi ini menjadi tamparan reflektif mengenai makna jabatan: bukan sekadar kedudukan, tetapi amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan secara lahir dan batin.












