Hibata.id – Sorotan tajam kembali diarahkan ke Polres Pohuwato setelah laporan dugaan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang dinilai merusak lingkungan tidak mendapatkan tanggapan konkret dari pihak kepolisian.
Kapolres Pohuwato, AKBP Busroni, memilih bungkam saat dikonfirmasi pada 5 Juni 2025 mengenai tindak lanjut atas laporan resmi dari Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) yang telah disampaikan sejak 1 Mei 2025.
Laporan tersebut menyoroti aktivitas penambangan emas ilegal di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.
Aktivitas tambang ilegal ini dituding telah menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala masif dan berpotensi berdampak buruk bagi ekosistem serta kehidupan sosial masyarakat setempat.
Sebelumnya, Ketua DPW Lembaga Analisis Hak Asasi Manusia (LA-HAM) Provinsi Gorontalo, Akram Pasau, mendesak Polres Pohuwato segera menindaklanjuti laporan kerusakan lingkungan akibat PETI di Desa Balayo.
Desakan tersebut muncul menyusul laporan resmi dari LAI yang masuk ke Polres Pohuwato sejak 1 Mei 2025. Laporan itu menyoroti aktivitas penambangan emas tanpa izin yang dinilai telah merusak lingkungan secara masif.
Akram menyayangkan lambannya penanganan oleh aparat penegak hukum, meski laporan tersebut telah ditindaklanjuti melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Hingga kini, belum ada tindakan konkret di lapangan.
“Laporan dari LSM LAI atas nama Herson Ali seharusnya ditanggapi serius oleh Polres Pohuwato. Jangan sampai kajian dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang sudah jelas justru diabaikan,” ujar Akram saat diwawancarai, Rabu (4/6).
Kajian DLH Pohuwato menyebut sejumlah nama pelaku tambang ilegal yang diduga beroperasi tanpa izin resmi, yakni; Pasisa Ato (Desa Balayo), Ka Jai dan Tuu Lasa (Taluduyunu), Ibu Liun dan Ka Iti (Buntulia), K. Uwa, K. Damu, K. Ipi, dan Iyong (Balayo), Nanang (Taluduyunu)
Selain itu, praktik penyedotan emas ilegal juga melibatkan nama-nama lain seperti Baga, Amin, Aba, dan Hendra, yang menurut laporan DLH telah diketahui oleh pemerintah desa setempat
“Ini bukan pelanggaran administratif biasa. Ini bentuk pelanggaran serius terhadap hukum lingkungan hidup,” tegas Akram.
DLH mencatat bahwa seluruh aktivitas tambang tersebut tidak memiliki: Nomor Induk Berusaha (NIB), Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR), Izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan Izin lingkungan serta dokumen perizinan sesuai peraturan perundang-undangan.
Situasi ini memunculkan pertanyaan publik mengenai keseriusan penegakan hukum di Pohuwato. Dalam kasus serupa di wilayah lain, pelaku kerusakan lingkungan telah diproses secara hukum dan dijatuhi vonis.
Akram menegaskan pentingnya tindakan nyata, bukan sekadar respons administratif yang berakhir tanpa hasil. Jika hukum hanya menjadi kosmetik, katanya, jangan salahkan masyarakat bila kepercayaan terhadap institusi hukum terus runtuh.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh tindakan. Bila hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, maka keadilan telah kehilangan maknanya,” pungkas Akram Pasau.
Kabupaten Pohuwato dikenal sebagai salah satu wilayah kaya potensi emas di Provinsi Gorontalo. Namun, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat aktivitas tambang ilegal berkembang tanpa kendali, memicu krisis lingkungan dan sosial.