Scroll untuk baca berita
Kabar

PETI Dengilo Menggila: Warganet Tuding Pemerintah dan APH Terlibat

×

PETI Dengilo Menggila: Warganet Tuding Pemerintah dan APH Terlibat

Sebarkan artikel ini
Aktivitas PETI di Dengilo. (Foto: Dok. Hibata.id)
Aktivitas PETI di Dengilo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, kian tak terkendali. Tak hanya merusak bentang alam dan ekosistem, tambang ilegal ini kini disebut-sebut telah mengancam keberlangsungan hidup masyarakat. Daerah yang dulu tenang dan asri kini berubah menjadi zona merah yang terancam bencana setiap saat.

Sebuah unggahan di akun Facebook Bundha Ayla Karauana memperlihatkan kondisi terkini area tambang ilegal tersebut. Dalam video dan foto yang ia bagikan, terlihat kerusakan parah yang mengubah lanskap Dengilo secara drastis. “Lokasi terkini tambang emas Dengilo… keindahan yang mulai luntur,” tulis Ayla.

Scroll untuk baca berita

Ia menggambarkan pertambangan ini telah “merobek keinginan alam”—frasa puitis yang mencerminkan duka atas berubahnya wajah Dengilo dari permata hijau menjadi lahan luka. Unggahan Ayla menuai respons beragam dari netizen. Akun Putra Paguat menuliskan keprihatinannya:

“Kasihan ya warga di sana dibuat lokasi tambang sampai ke perkampungan. Beginilah kalau haus uang, tidak memikirkan keselamatan. Kalau tentara Allah diturunkan, semua bisa hanyut oleh bencana. Kita tak tahu kapan datangnya—semua ini ulah manusianya.”

Komentar ini tak sekadar keluhan, melainkan bentuk kegelisahan masyarakat yang merasa diabaikan oleh negara. Nada lebih tajam datang dari Faulo Leahi, yang menyoroti sikap pemerintah daerah:

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca hari ini Hingga Malam Hari

“Pemerintah tenang-tenang saja karena semua unsur ada di dalam pertambangan itu. Kata rakyat, kalau sudah ramai di dalam, tamatlah riwayat. Tindakan Kapolres Boalemo itu benar. Mana tindakan pemerintah Pohuwato? Mungkin lagi tidur. Bencana akan datang, baru kita kaget.”

Komentar tersebut mencerminkan ketidakpercayaan terhadap otoritas, dan pujian terhadap Kapolres Boalemo yang dianggap berani bertindak. Sementara itu, akun David Mahmud Laima menyentil langsung dugaan keterlibatan aparat:

“Pemerintah sudah dapat bagian upah dari tambang ini. Begitu juga polisi—mungkin sudah dibayar oleh pemilik tambang. Tapi saya salut pada polisi Boalemo yang sudah menghentikan tambang emas di Paguyaman dan Dulupi.”

Kritik semakin tajam saat akun Natasya Tya menyinggung lambannya respons Polres Pohuwato: “Kapolres Pohuwato masih tidur. Harus ada Martin lain yang bisa bangunkan, seperti Kapolres Boalemo yang langsung bereaksi, meskipun sudah terlambat. Ini drama Sambo lagi.”

Sedangkan Rhesa Prahara mempertanyakan sikap aparat secara langsung dengan menandai akun resmi Humas Polda Gorontalo: “Humas Polda Gorontalo, kenapa cuma yang di Dulupi yang ditertibkan???”

Salah satu komentar paling menggugah datang dari akun yang tak disebutkan namanya: “Ini bukan lagi merusak alam… ini sudah merusak rumah orang. Tambang ini ada di kampung. Mana ini pemerintah Pohuwato? Di Boalemo saja sudah dihentikan.”

Baca Juga:  Abdur Rahmat Ebu Terpilih Jadi PDPM Pohuwato

Kumpulan komentar ini menjadi alarm keras bagi para pemangku kebijakan. Masyarakat tak lagi hanya menuntut, tetapi menyuarakan keputusasaan akibat pembiaran yang berkepanjangan.

Komentar-komentar warganet. (Foto: FB)
Komentar-komentar warganet. (Foto: FB)

Sebelumnya, aktivis asal Pohuwato, Sayat Dalanggo, melayangkan kritik pedas kepada Kapolres Boalemo usai beredarnya video perdebatan sengit antara perwira polisi itu dengan seorang pelaku tambang ilegal bernama Marten Basaur.

“Kapolres seharusnya simbol penegakan hukum. Tapi dalam video itu, saya lihat seorang perwira yang kehilangan harga diri di hadapan pelaku PETI. Padahal jelas, tambang tanpa izin adalah pelanggaran hukum,” ujar Sayat.

Ia merujuk pada Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang menyatakan bahwa siapa pun yang menambang tanpa izin dapat dipidana hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Sayat juga mempertanyakan mengapa Kapolres justru meminta maaf dalam konferensi pers setelah insiden tersebut.

“Siapa yang sebenarnya bersalah? Kenapa Kapolres yang minta maaf? Harusnya pelaku yang minta maaf dan diproses hukum. Ini seolah-olah hukum tunduk pada pelaku kejahatan,” tegasnya.

Baca Juga:  MD KAHMI Kota Gorontalo Tegas Tolak Pemilihan Trans Queen

Bahkan, ia menduga adanya keterlibatan oknum aparat dalam membekingi tambang ilegal: “Kalau tidak ada backing, mana mungkin pelaku seberani itu menghadapi Kapolres? Ini yang harus diselidiki.”

Menurut Sayat, praktik PETI di Boalemo bukan hal baru, namun selama ini nyaris tidak ada penindakan. “Kalau aparat serius, kenapa baru bergerak setelah viral? Harusnya dari awal sudah tegas,” tutupnya.

Sementara itu, pada Minggu malam (8/6/2025), Ditreskrimsus Polda Gorontalo menyegel salah satu lokasi tambang ilegal di Desa Popaya, Kecamatan Dengilo. Garis polisi telah dipasang, dan sebuah papan bertuliskan:

“PERHATIAN! Lokasi ini dalam penyelidikan Ditreskrimsus Polda Gorontalo,” keterangan yang tertulis di papan penyegelan.

Langkah ini menjadi sinyal awal dimulainya proses hukum terhadap tambang ilegal di wilayah tersebut. Namun, Kepala Bidang Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol Desmont Harjendro, saat dihubungi wartawan (Senin, 9/6/2025), belum memberikan keterangan lebih lanjut.

“Saya cek dulu ya besok,” ujarnya singkat.

Pertanyaan pun muncul: mengapa hanya satu lokasi yang ditindak? Apakah tindakan hukum akan menyeluruh, atau hanya simbolis?

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600