Hibata.id – Kerusakan lingkungan di Bumi Panua tampaknya bukan hanya soal kerakusan korporasi tambang resmi. Di balik semarak investasi tambang emas, geliat aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, justru kian menggila. Seolah tak mengenal hukum, para pelaku tambang ilegal terus menggali perut bumi—meninggalkan jejak kerusakan dan kepedihan di belakang.
Senin, 14 April 2025 lalu, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) menyerahkan berkas perkara tahap II kasus PETI di Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, kepada Kejaksaan Negeri Marisa. Seorang tersangka berinisial IB turut diserahkan bersama barang bukti berupa surat perjanjian sewa peralatan tambang.
Pelaku dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, junto Pasal 55 KUHP—pasal yang lazim digunakan untuk menjerat pelaku tambang ilegal.
Namun langkah hukum itu, bagi sebagian warga, justru menyisakan tanya. “Kenapa hanya IB? Bagaimana dengan para aktor besar yang bermain di balik layar?” begitu suara kritis dari Koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat (AMM) Syahril Razak.
“Kapolres Pohuwato buta warna hukum?” kata Syahril dalam pernyataan pedasnya kepada Hibata.id, Sabtu (19/04).
Menurutnya, penindakan ini hanya menyentuh permukaan. Sementara di lapangan, praktik tambang ilegal tetap berlangsung terang-terangan—bahkan dalam skala industri. Para pelaku kecil ditindak, namun para pemodal besar, katanya, justru dibiarkan beroperasi bebas.
“Ini hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kami tidak menolak penegakan hukum, tapi jangan jadikan rakyat kecil sebagai kambing hitam,” tegas Syahril.
Padahal, aktivitas PETI di Pohuwato telah menyebabkan pencemaran air bersih dan rusaknya ekosistem hutan. Warga kehilangan sumber mata pencaharian tradisional, dan konflik horizontal mulai mengemuka.
Namun yang lebih meresahkan, lanjut Syahril, adalah kesan bahwa penegakan hukum hanya menjadi formalitas seremonial. “Seolah hanya untuk menggugurkan kewajiban institusi, bukan untuk menjawab keadilan.”
Dengan tegas, Syahril akan terus mengawal kasus ini, menekan aparat agar tidak tebang pilih dalam penegakan hukum. Ia bilang, pihaknya akan menyerukan aksi jika tidak ada keberanian aparat menyentuh aktor-aktor besar di balik bisnis tambang ilegal.
“Kalau hukum hanya untuk rakyat kecil, ini bukan negara hukum—ini negara dagelan,” tutupnya.