Investigasi bersama yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW), Trend Asia, dan KontraS menelusuri lebih jauh asal-usul kendaraan taktis yang digunakan dalam insiden tersebut, sekaligus mengkaji aliran dana publik dalam pengadaan alat-alat represif itu.
Selama periode 2020 hingga 2024, Kepolisian Republik Indonesia tercatat menggelontorkan anggaran sebesar Rp1,93 triliun untuk pembelian 98 unit kendaraan taktis dan kendaraan khusus. Harga satuan kendaraan tersebut berkisar antara Rp3 miliar hingga Rp75 miliar.
Dua perusahaan swasta, PT Mayapada Auto Sempurna dan PT Anja Bangun Selaras, tercatat sebagai penyedia rutin kendaraan-kendaraan itu. Nama terakhir sempat disebut dalam laporan dugaan pengadaan bermasalah di lingkungan Kejaksaan Agung.
“PT Anja Bangun Selaras sendiri pernah dituding tidak layak dalam melakukan pengadaan peralatan keamanan di Kejaksaan Agung, sehingga terdapat dugaan perusahaan bermasalah,” kata Erma Nuzulia dari ICW
Model kendaraan yang diduga digunakan dalam insiden Affan Kurniawan adalah Tambora, buatan Daeji Precision & Industries Co Ltd, perusahaan asal Korea Selatan. Produk Daeji lain seperti Armored Water Cannon (AWC) dan DAPC-2 juga dikenal digunakan dalam pengamanan demonstrasi di Indonesia.
Merujuk data perdagangan internasional, nilai impor kendaraan dan suku cadang dari Daeji ke Indonesia selama 2019–2023 mencapai US$63,8 juta, atau setara Rp1,05 triliun. Transaksi itu mencakup sedikitnya 154 unit kendaraan dan sparepart, belum termasuk pembelian pada periode sebelumnya.
Korea Selatan selama ini dikenal sebagai salah satu negara pemasok alat keamanan non-mematikan ke Indonesia. Namun, dalam praktiknya, peralatan itu justru berkontribusi pada jatuhnya korban jiwa.
“Hubungan dagang semacam ini perlu dievaluasi. Produk yang diklaim non-lethal telah menyebabkan kematian warga sipil,” ujar Nadine Sherani, peneliti KontraS.
KontraS mendesak agar pemerintah Korea Selatan dan produsen seperti Daeji turut bertanggung jawab atas dampak dari ekspor alat keamanan mereka, serta segera menghentikan seluruh penjualan senjata dan peralatan taktis ke Indonesia.
Anggaran Membengkak, Kinerja Merosot
Pada 7 Juli 2025, Kepolisian RI mengajukan permintaan tambahan anggaran sebesar Rp63,7 triliun untuk tahun 2026. Anggaran ini disetujui oleh Komisi III DPR pada 15 Agustus 2025, menjadikan total anggaran Polri tahun depan mencapai Rp173,47 triliun—angka yang tertinggi dalam sejarah lembaga itu.
Zakky Amali dari Trend Asia mengatakan, angka fantastis ini tentu berbanding terbalik dengan kinerja Polri yang kian menurun. Seharusnya, kata dia, Kepolisian dengan anggaran yang besar berbenah dan fokus pada reformasi Polri.
“Selain itu, besarnya anggaran Polri juga tidak mencerminkan kondisi masyarakat yang saat ini tengah dilanda kondisi ekonomi yang sulit,” kata Zakky Amali
ICW, Trend Asia dan KontraS menuntut pemangkasan anggaran untuk Kepolisian yang kerap digunakan untuk melucuti hak warga negara untuk menyampaikan aspirasi, baik itu di ruang digital, di ruang rapat DPR, maupun di jalan.
Polri juga diminta wajib berbenah dan melakukan perubahan sistem secara menyeluruh dengan transparan. Polri juga wajib bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa saudara Affan Kurniawan.
“Sebagai tambahan pula, kami juga menuntut agar pihak militer untuk tidak memasuki ruang sipil dan memanfaatkan situasi untuk merusak kondisi demokrasi lebih jauh,” pungkasnya.












