Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato semakin merajalela dan mencerminkan lemahnya penegakan hukum di wilayah tersebut. Penelusuran Hibata.id pada Minggu (23/02/2025) mengungkapkan bahwa alat berat masih terus beroperasi tanpa hambatan, seolah para pelaku kebal terhadap hukum yang berlaku.
Kegiatan PETI yang semakin tidak terkendali ini tidak hanya merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati, tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di Pohuwato. Meski aktivitas ini melanggar berbagai UU, namun tindakan tegas dari aparat penegak hukum masih jauh dari harapan.
Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa tambang ilegal masih beroperasi di sejumlah lokasi di Pohuwato. “Aktivitas aktivitas pertambangan ilegal masih berlangsung di Desa Balayo dan Desa Bulangita,” ujar warga tersebut kepada Hibata.id pada Minggu (23/02/2025).
Hal itu menunjukkan upaya penindakan yang dilakukan oleh Polda Gorontalo dan Polres Pohuwato juga belum signifikan. Meski telah dibentuk tim gabungan untuk menangani tambang ilegal, aparat kepolisian hingga kini belum mampu menghentikan operasional tambang-tambang tersebut.
Kombes Pol. Desmont Harjendro, Kepala Bidang Humas Polda Gorontalo, menjelaskan bahwa penindakan tetap dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan dan jumlah personel yang tersedia. “Kami akan memberikan informasi lebih lanjut jika ada perkembangan signifikan,” ujarnya pada Rabu (12/02/2025).
Namun, respons yang terkesan lambat terhadap aktivitas pertambangan ilegal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan hukum di Pohuwato. Hingga kini, belum ada tindakan konkret yang berhasil menutup aktivitas tambang ilegal secara menyeluruh.
Bahkan, saat dilakukan konfirmasi ulang mengenai hasil operasi PETI pada Sabtu (15/02/2025) pukul 10:00 WITA, Kapolres Pohuwato dan Humas Polda Gorontalo tidak memberikan jawaban. Mereka memilih bungkam dan memilih tidak menanggapi aktivitas PETI yang terus beroperasi.
Padahal, dampak PETI tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga berkontribusi terhadap status darurat malaria di Pohuwato. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato mencatat 1.541 kasus malaria sejak 2023 hingga Februari 2025, dua diantaranya meninggal dunia.
Data Satgas KLB menyebut, Kubangan bekas PETI di Pohuwato ternyata menjadi penyebab utama penyebaran penyakit malaria, karena menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Anopheles, yang merupakan vektor (penyebab) utama penyakit malaria.
Satgas KLB mencatat, ada sekitar 500 kubangan bekas pertambangan ilegal di Kecamatan Buntulia, khususnya di Desa Hulawa. Adapun di Kecamatan Taluditi, tepatnya di Desa Puncak Jaya, terdapat lebih dari 200 kubangan yang menjadi sumber penyebaran penyakit tersebut.
Sementara itu, Kecamatan Popayato, Dengilo, dan Patilanggio juga ditemukan banyak kubangan bekas pertambangan ilegal, meskipun jumlah pastinya belum tercatat secara menyeluruh. Semua kecamatan tersebut kini menjadi basis penyebaran penyakit malaria.
Lemahnya pengawasan hanya akan memperburuk kondisi. Sudah seharusnya aparat penegak hukum dan pemerintah daerah bertindak tegas tanpa pandang bulu dalam menindak pelanggaran hukum yang merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat di Pohuwato.