Parlemen

DPRD Soroti Minimnya Dukungan Pemprov terhadap Desa di Gorontalo

×

DPRD Soroti Minimnya Dukungan Pemprov terhadap Desa di Gorontalo

Sebarkan artikel ini
Umar Karim, usai ditunjuk sebagai Ketua Pansus/Hibata.id
Umar Karim, usai ditunjuk sebagai Ketua Pansus/Hibata.id

Hibata.id – Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo menyoroti rendahnya perhatian Pemerintah Provinsi terhadap kebutuhan operasional desa, meski desa merupakan garda terdepan pelayanan publik di daerah.

Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim, menyatakan bahwa desa kerap dibebani berbagai tuntutan pelayanan dari pemerintah dan masyarakat, namun tidak dibarengi dengan alokasi anggaran yang memadai.

Scroll untuk baca berita

“Desa dituntut memberikan pelayanan maksimal, tapi anggaran operasional dan gaji aparatnya sangat minim,” ujar Umar Karim, Senin (5/5/2025).

Dalam kunjungan kerja Komisi I ke sejumlah desa, lanjut Umar, ditemukan fakta bahwa sebagian besar anggaran yang dikelola desa berasal dari Dana Desa yang bersifat spesifik dan terbatas penggunaannya. Sementara kebutuhan dasar untuk menjalankan pemerintahan, seperti listrik, air, hingga alat tulis kantor, hanya dibiayai dari anggaran yang sangat kecil.

Ia mencontohkan, ada desa yang hanya mendapat anggaran operasional Rp15 juta per tahun. Akibatnya, tak sedikit kepala desa dan aparat desa yang harus menggunakan dana pribadi atau mencari penghasilan tambahan demi kelangsungan roda pemerintahan.

“Ini jelas tidak ideal. Pelayanan publik di tingkat desa jadi tidak maksimal,” tegas politisi yang akrab disapa UK itu.

Lebih jauh, UK menyoroti ketimpangan kebijakan anggaran di tingkat provinsi. Ia mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Gorontalo justru rutin mengalokasikan hibah dalam jumlah besar kepada lembaga-lembaga pusat. Pada APBD 2023, hibah tersebut tercatat sebesar Rp72 miliar, dan meningkat menjadi Rp108 miliar pada 2024.

Padahal, sekitar dua pertiga dari APBD Provinsi Gorontalo bersumber dari transfer dana pusat, sehingga menurut UK, kebijakan itu tidak adil bagi desa-desa yang justru kekurangan anggaran.

“Dana dari pusat masuk ke provinsi, tapi justru dikembalikan ke pusat dalam bentuk hibah. Sementara desa ditinggalkan,” katanya.

Kondisi kesejahteraan aparat desa juga menjadi sorotan. Banyak di antara mereka hanya menerima gaji di bawah upah minimum provinsi (UMP), sehingga terpaksa bekerja paruh waktu atau berusaha di sektor lain.

“Bagaimana mungkin gaji Rp2 juta per bulan bisa mencukupi kebutuhan hidup?” ujarnya.

Situasi serupa juga dialami anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dengan insentif hanya Rp600 ribu per bulan, fungsi pengawasan yang menjadi tanggung jawab BPD nyaris lumpuh.

UK menilai, sudah saatnya Pemprov Gorontalo mengubah paradigma dalam memandang desa. Menurutnya, desa bukan hanya objek penerima Dana Desa dari pemerintah pusat, tetapi juga aktor penting pembangunan daerah yang membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah provinsi.

“Pemprov harus hadir sebagai mitra strategis, bukan hanya sebagai regulator,” ucapnya.

Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo, lanjut UK, berencana menggelar forum bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk Pemprov, asosiasi kepala desa, perangkat desa, dan BPD dari seluruh kabupaten.

“Kami ingin mendorong lahirnya kebijakan yang adil dan konkret untuk desa, terutama dalam hal alokasi bantuan keuangan dari APBD Provinsi,” tutup UK.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Baca Juga:  Fikram Salilama Apresiasi Pilkada Kota Gorontalo yang Aman dan Tertib
Example 120x600