Hibata.id – Di tengah hutan tropis Kecamatan Manganitu Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), mengalir tiga air terjun alami yang memesona: Nahepese, Elong, dan Matei.
Ketiganya dikenal sebagai bagian dari kompleks Air Terjun Kadadima, destinasi alam tersembunyi yang menyimpan keindahan sekaligus ketenangan.
Terletak di Desa Laine, kawasan ini menjadi incaran bagi para pecinta alam dan petualangan yang menginginkan lebih dari sekadar wisata konvensional.
Berbeda dari air terjun biasa, Kadadima menghadirkan pengalaman tiga air terjun dalam satu lokasi yang masih sangat alami dan belum tersentuh pariwisata massal.
Untuk mencapai lokasi, pengunjung hanya perlu menempuh perjalanan sekitar 25 menit menggunakan kendaraan dari pusat Manganitu Selatan.
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 1,5 kilometer dari Desa Laine ke arah timur, melalui jalur setapak di tengah hutan tropis.
Meski jalur trekking cukup menantang, suasana hutan yang masih asri dan kicauan burung liar akan menemani setiap langkah. Embusan angin dari sela pepohonan tinggi menjadi pengganti AC alami yang menyegarkan.
“Kalau pagi hari, sinar matahari masuk di antara dedaunan. Kabut dari air terjun terasa di kulit. Rasanya seperti berada di dunia lain,” ujar Wardoyo Dingkol, pengunjung asal Gorontalo.
Ketiga air terjun ini berada dalam satu aliran sungai, namun memiliki struktur dan karakter unik:
Nahepese: Air terjun pertama dengan aliran sempit dan dangkal, cocok bagi pengunjung yang ingin bermain air secara santai.
Elong: Terkenal dengan kejernihan airnya, Elong menawarkan kolam alami berwarna kebiruan yang cocok untuk fotografi alam.
Matei: Air terjun paling tinggi dan dramatis di antara ketiganya, air terjun ini mengalir tegak lurus dari tebing batu yang menjulang.
Menurut Agung, warga Desa Laine, nama-nama tersebut berasal dari bahasa lokal dan sudah digunakan turun-temurun oleh masyarakat sekitar.
“Setiap nama punya arti sendiri. Nahepese artinya ‘mengalir perlahan’, Elong artinya ‘jernih’, dan Matei bermakna ‘jatuh keras’. Tiga karakter air terjun, tiga rasa alam,” ungkapnya.
Kawasan Air Terjun Kadadima juga menjadi habitat penting bagi berbagai jenis burung endemik Sulawesi, seperti burung maleo dan kakatua kecil jambul kuning. Suara kicauannya menambah kesan damai dan eksotis bagi wisatawan.
Keasrian lingkungan ini menjadikan Kadadima tidak hanya sebagai tempat wisata, tetapi juga lokasi penting untuk ekowisata dan edukasi lingkungan.
Namun, kurangnya fasilitas pendukung seperti papan informasi, rest area, dan jalur aman menjadi tantangan tersendiri.
“Sayang sekali kalau potensi seperti ini tidak dikelola dengan baik. Padahal, kalau dijaga dan dibuka secara berkelanjutan, ini bisa jadi destinasi unggulan Sulawesi Utara,” tambah Agung.
Potensi Ekowisata yang Siap Dikembangkan
Pemerintah daerah dan komunitas lokal memiliki peluang besar untuk menjadikan Air Terjun Kadadima sebagai bagian dari pengembangan destinasi wisata alam unggulan Sulut 2025.
Dengan pendekatan berkelanjutan dan pelibatan masyarakat, kawasan ini dapat menjadi contoh sukses ekowisata berbasis komunitas.
Dalam jangka panjang, Kadadima bisa dimasukkan dalam paket wisata alternatif bersama destinasi lain di Sangihe, seperti Pantai Pananualeng, Gunung Awu, dan wisata bahari Tahuna.
Kadadima bukan hanya tentang air terjun. Ia adalah cerita tentang alam yang belum terjamah, kekayaan hayati yang belum tergali, dan kesempatan wisata yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Bagi pencinta alam sejati, perjalanan ke Kadadima adalah undangan untuk merasakan sensasi tiga air terjun sekaligus — dalam balutan hutan tropis Sulawesi yang megah.