Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Balayo, Kabupaten Pohuwato terus beroperasi, meskipun dalam kondisi idulfitri atau lebaran. Aktivitas ilegal ini bahkan berlangsung terang-terangan, tanpa ada penindakan dari aparat penegak hukum (APH).
Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan setidaknya ada sekitar 2 alat berat berupa ekskavator yang digunakan para pelaku penambang. Meskipun terangan-terangan beroperasi, katanya, APH seperti tutup mata hingga tidak melakukan penindakan atas aktivitas ilegal tersebut.
“Saat lebaran ini, aktivitas PETI yang di depan Lapas Pohuwato ini masih beroperasi,” ungkap seorang sumber yang enggan disebutkan namanya pada Selasa (01/04/2025).
Dalam beberapa bulan terakhir, aktivitas PETI yang menggunakan alat berat di Balayo ini memang kian masif. Akibatnya, lingkungan semakin rusak, ekosistem terganggu, dan keberlanjutan hidup masyarakat sekitar terancam.
“Masih ada aktivitas tambang ilegal di sekitar lapas. Lokasinya milik inisial R, dan alat beratnya, kalau tidak salah, milik inisial S,” ujarnya.
Padahal, berdasarkan regulasi yang ada, aktivitas PETI jelas melanggar Undang-Undang Minerba. Pelaku bisa dikenakan denda hingga Rp100 miliar dan hukuman penjara maksimal lima tahun. Namun, penegakan hukum di lapangan tampak lesu, memberi ruang bagi para pelaku untuk terus beroperasi.
Minimnya tindakan dari aparat menimbulkan kecurigaan adanya pembiaran, bahkan dugaan keterlibatan oknum tertentu. Jika kondisi ini terus dibiarkan, kredibilitas aparat penegak hukum akan tergerus. Kepercayaan publik terhadap institusi hukum bisa runtuh, membuka celah bagi praktik serupa di wilayah lain.
Lebih dari itu, dampak ekologis akibat PETI dapat menjadi ancaman serius bagi masa depan Kabupaten Pohuwato. Keberanian untuk bertindak dan menegakkan hukum adalah kunci untuk memastikan kelestarian lingkungan serta keadilan bagi masyarakat. Namun, pertanyaannya, apakah aparat akan tetap diam?