Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas ilegal yang selama ini berlangsung tepat di belakang Kantor Camat Dengilo, Kabupaten Pohuwato, dikabarkan telah berhenti. Informasi ini mencuat di tengah sorotan tajam publik terhadap lemahnya penegakan hukum dan dugaan keterlibatan aktor-aktor kuat dalam praktik ilegal tersebut.
Kapolsek Paguat Iptu Kusno Latjengke saat dikonfirmasi oleh wartawan Hibata.id pada Minggu (25/5/2025) terkait kebenaran penertiban tambang ilegal di wilayah Kecamatan Dengilo, belum memberikan jawaban resmi.
Sebelumnya, aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di Desa Popaya, Kecamatan Dengilo, berlangsung nyaris tanpa hambatan. Ironisnya, lokasi kegiatan ilegal ini hanya selemparan batu dari pusat pemerintahan kecamatan. Alat berat terlihat beroperasi leluasa, mengeruk bumi Popaya dari pagi hingga senja, mengabaikan dampak lingkungan dan hukum yang berlaku.
“Aktivitas PETI di belakang Kantor Camat Dengilo, Desa Popaya,” ungkap seorang sumber kepada Hibata.id pada Jumat (23/5/2025), yang meminta identitasnya dirahasiakan karena alasan keamanan.
Padahal, aktivitas tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Namun, hukum tampak tak berkutik, seolah pasal itu hanya menjadi ornamen dalam kitab undang-undang.
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan pun sangat memprihatinkan. Kawasan yang dahulu hijau kini rusak parah. Lubang-lubang besar dan genangan lumpur menggantikan hutan dan kebun milik warga. Sungai menjadi keruh, lahan pertanian tidak lagi subur.
Lebih mencemaskan lagi, informasi yang dihimpun Hibata.id menyebutkan bahwa aktivitas tambang ilegal ini tidak dijalankan secara mandiri oleh penambang liar, melainkan diduga kuat mendapat perlindungan dari kelompok yang dikenal dengan nama “Joker”.
Bukan sekadar individu, “Joker” diyakini merupakan jaringan dengan pengaruh besar, bahkan disebut-sebut memiliki kedekatan dengan oknum penegak hukum. “Kelompok Joker yang punya itu. Mereka yang jalankan PETI Dengilo,” tambah sumber tersebut.
Pertanyaannya: Siapa Joker? Siapa yang melindungi mereka? Apakah ada aliran dana suap yang membungkam mulut dan hati para penegak hukum? Mengapa institusi yang seharusnya menegakkan keadilan justru terlihat pasif, bahkan seolah melindungi?
Kini, publik menanti. Apakah penghentian tambang ilegal ini benar-benar hasil dari penertiban hukum, atau hanya penghentian sementara akibat sorotan media. Jika benar-benar ingin membuktikan bahwa hukum masih hidup di negeri ini, maka harus ada penindakan, penangkapan, dan pembongkaran jaringan.
Jika tidak, maka yang hilang bukan hanya pohon, sungai, dan satwa—tapi juga wibawa hukum, kepercayaan rakyat, dan masa depan generasi Desa Popaya.