Scroll untuk baca berita
Kabar

Polres Buol Diduga Terlibat, Polda Sulteng Diminta Ambil Alih Kasus Penyegelan Alat Berat di PETI Sungai Dopalak

×

Polres Buol Diduga Terlibat, Polda Sulteng Diminta Ambil Alih Kasus Penyegelan Alat Berat di PETI Sungai Dopalak

Sebarkan artikel ini
Alat berat yang sempat di segal di PETI Sungai Dopalak. Tetapi, segel yang dipasang Polres Buol kini telah dilepas. (Foto: Hibata.id)
Alat berat yang sempat di segal di PETI Sungai Dopalak. Tetapi, segel yang dipasang Polres Buol kini telah dilepas. (Foto: Hibata.id)

Hibata.id – Dugaan adanya kongkalikong antara aparat Kepolisian Resor (Polres) Buol dan pemodal tambang emas ilegal (PETI) di Sungai Dopalak, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol, kian mencuat. Warga dan sejumlah tokoh masyarakat mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) turun tangan dan mengambil alih kasus penyegelan alat berat yang diduga digunakan untuk menambang emas secara ilegal.

Desakan ini muncul setelah garis polisi yang dipasang pada tiga unit alat berat—termasuk ekskavator dan mesin dompeng—di lokasi tambang ilegal dilepas tanpa penjelasan yang memadai. Padahal, ketiga alat berat tersebut sebelumnya disegel oleh Polres Buol dalam operasi penertiban pada 30 Juni 2025.

Scroll untuk baca berita

“Ini bukan soal tanggul atau bukan. Warga sudah lama mengamati aktivitas alat berat itu di lokasi tambang ilegal. Kok bisa segel dilepas begitu saja? Kami menduga ada permainan aparat dengan cukong tambang,” kata warga yang enggan disebutkan namanya, Rabu, 2 Juli 2025.

Menurut dia, penjelasan dari Polres Buol yang menyebut bahwa alat berat digunakan untuk pembangunan tanggul hanyalah dalih yang tidak masuk akal. “Kalau memang untuk tanggul, kenapa tidak ada transparansi sejak awal? Kenapa harus tunggu desakan baru muncul klarifikasi?” ujarnya.

Baca Juga:  Kopolres Diminta Jangan Setengah Hati untuk Berantas PETI Pohuwato

Sikap Polres Buol dinilai tidak konsisten dan menimbulkan kecurigaan publik. Tak sedikit warga yang menduga bahwa ada tekanan dari pihak pemodal agar aktivitas tambang kembali berjalan.

Penyegelan alat berat oleh polisi sempat menjadi angin segar bagi warga yang khawatir terhadap dampak lingkungan akibat aktivitas PETI, seperti meningkatnya sedimentasi, pencemaran air, hingga ancaman banjir dan longsor. Namun, pelepasan garis polisi justru memunculkan dugaan pembiaran.

Sebelumnya, Kepala Unit KBO Satreskrim Polres Buol, IPDA Jimmy Ronald Adriles Sandil, mengatakan bahwa pelepasan segel dilakukan setelah pihaknya menerima surat keterangan dari pemerintah desa. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa alat berat digunakan untuk pembangunan tanggul penahan air, bukan aktivitas penambangan.

Namun, pernyataan tersebut tak cukup meredam kecurigaan publik. Beberapa pegiat lingkungan dan aktivis antikorupsi di Sulawesi Tengah juga mulai angkat suara. Mereka mendesak Polda Sulteng segera mengambil alih penyelidikan untuk memastikan proses hukum berjalan transparan dan bebas dari intervensi kepentingan ekonomi.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah mendesak Kepolisian Resor Buol untuk tidak berhenti pada penyegelan alat berat dalam kasus PETI di Sungai Dopalak, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol. JATAM menuntut agar para cukong—pemodal yang berada di balik operasi tambang ilegal itu—segera diusut dan ditangkap.

Baca Juga:  SMA Negeri 1 Tilamuta Keluarkan 10 Siswa, Orang Tua Tempuh Jalur Hukum

“Penyegelan alat berat saja tidak cukup. Penegakan hukum harus menyasar cukong atau pemodal besar yang menggerakkan tambang ilegal ini. Mereka yang mengatur, mendanai, dan melindungi aktivitas ilegal harus ditindak tegas,” kata Koordinator JATAM Sulteng, Mohammad Taufik, kepada Hibata.id, Kamis, 3 Juli 2025.

Menurut Taufik, operasi tambang ilegal di Sungai Dopalak sudah berlangsung cukup lama dan masif. Tiga unit ekskavator yang disita polisi pada 30 Juni lalu hanyalah bagian permukaan dari masalah besar yang melibatkan jaringan kuat di lapangan. Ia menyebut ada dugaan keterlibatan aktor lokal yang memberikan perlindungan, baik secara administratif maupun secara fisik.

“Ini bukan pekerjaan penambang biasa. Alat berat, logistik, bahan bakar, dan perlengkapan tambang tidak mungkin hadir tanpa ada aliran dana yang kuat. Ini sistematis. Karena itu, tidak adil jika hanya operator lapangan yang dikorbankan,” tegas Fadli.

Taufik juga menyoroti pelepasan garis polisi oleh orang tak dikenal yang sebelumnya terpasang di alat berat. Ia menilai peristiwa itu mencerminkan lemahnya pengawasan dan memberi sinyal bahwa aktor di balik tambang ilegal masih bebas dan punya kuasa.

Baca Juga:  FPMG Soroti Pembiaran Aksi Premanisme terhadap Aktivis oleh Kapolda Gorontalo

“Garis polisi dilepas tanpa jejak. Ini menguatkan dugaan bahwa cukong tambang ini memiliki jaringan dan pengaruh yang kuat. Kalau penegakan hukum tidak menyasar dalangnya, tambang ini akan hidup lagi dalam waktu dekat,” katanya.

JATAM mendesak Kepolisian Resor Buol dan Polda Sulawesi Tengah untuk membuka secara transparan perkembangan penanganan kasus tambang ilegal Sungai Dopalak. Mereka juga meminta aparat memeriksa pihak-pihak yang terindikasi membiarkan aktivitas tambang ini berlangsung, termasuk pemerintah desa dan aparat setempat.

“Publik berhak tahu siapa yang bermain dalam tambang ilegal ini. Jangan hanya tampilkan simbol penindakan, tapi biarkan aktor utamanya lolos. Polisi harus kejar, tangkap, dan ungkap jaringannya,” ujar Fadli.

Warga Dopalak sendiri semakin resah dengan kondisi Sungai Dopalak yang rusak parah akibat aktivitas tambang. “Kami tidak hanya kehilangan sungai, kami kehilangan harapan,” kata seorang warga.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600