Opini

Antara Semangat Efisiensi dan Logika Fungsional: Menyoal Peleburan Dinas Lingkungan dan Perhubungan

×

Antara Semangat Efisiensi dan Logika Fungsional: Menyoal Peleburan Dinas Lingkungan dan Perhubungan

Sebarkan artikel ini
ilustrasi penggabungan dua lembaga jadi satu
ilustrasi penggabungan dua lembaga jadi satu

Oleh: Ivan Taslim – Dosen Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Opini – Semangat efisiensi dan rasionalisasi birokrasi tengah menjadi sorotan utama tiap penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia saat ini, sejalan dengan arahan pemerintah pusat untuk menciptakan tata kelola yang lebih efektif dan efisien. Rencana perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melalui peleburan sejumlah badan dan dinas menjadi wacana yang mengemuka.

Scroll untuk baca berita

Langkah ini, pada prinsipnya, sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, yang mendorong pemerintah daerah untuk membentuk OPD berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, dan fungsionalitas dalam rangka percepatan pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Dalam dinamika pemerintahan daerah, perlu dipahami dan mendukung urgensi penataan organisasi untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih prima dan penggunaan anggaran yang lebih tepat sasaran. Beberapa usulan peleburan yang direncanakan, memang terlihat memiliki dasar rasionalisasi fungsional yang kuat dan berpotensi membawa dampak positif pada efektivitas kerja.

Misalnya, peleburan urusan Keuangan dan Pendapatan Daerah dalam satu entitas merupakan langkah yang seringkali dilakukan dan terbukti meningkatkan koordinasi fiskal. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa penyatuan fungsi penarik pajak/retribusi dengan pengelola belanja daerah memperjelas akuntabilitas dan perencanaan keuangan.

Demikian pula, pengelompokan urusan yang berkaitan erat seperti Pertanian, Ketahanan Pangan, Perikanan, serta Peternakan dan Kesehatan Hewan ke dalam satu rumpun besar adalah logis secara fungsional. Ini memungkinkan perumusan kebijakan sektor pangan yang terpadu dari hulu ke hilir, sebuah praktik baik yang diadopsi di banyak daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal.

Baca Juga:  Transformasi Keuangan Digital: Antara Kemudahan dan Risiko

Peleburan fungsi PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) dengan Perumahan dan Kawasan Permukiman juga wajar, mengingat eratnya kaitan antara pembangunan infrastruktur dasar dan pembangunan hunian/lingkungan permukiman.

Namun, kekecewaan dan kekhawatiran mendalam muncul ketika mencermati usulan peleburan Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam dengan Dinas Perhubungan. Usulan ini telah mengabaikan logika fungsional yang seharusnya menjadi dasar utama dalam restrukturisasi OPD, dan berpotensi menciptakan masalah baru yang lebih besar daripada efisiensi yang diharapkan.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 secara eksplisit mengamanatkan pembentukan OPD berdasarkan pemetaan urusan pemerintahan yang didasarkan pada variabel dan intensitas urusan. Dalam konteks ini, urusan Lingkungan Hidup dan urusan Perhubungan memiliki fokus, fungsi, dan bahkan seringkali kepentingan yang berbeda, jika tidak berlawanan.

Dinas Perhubungan berorientasi pada optimalisasi pergerakan, pembangunan infrastruktur transportasi (jalan, jembatan, terminal, pelabuhan), dan pengaturan lalu lintas. Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup berfokus pada perlindungan, pelestarian, pengendalian pencemaran, dan kajian dampak lingkungan (AMDAL) dari berbagai aktivitas pembangunan, termasuk di sektor perhubungan.

Menyatukan dua fungsi yang secara inheren memiliki potensi konflik kepentingan dalam satu struktur organisasi sangat berisiko melemahkan fungsi pengawasan dan perlindungan lingkungan.

Pengalaman restrukturisasi birokrasi di berbagai tingkatan pemerintahan di Indonesia maupun di negara lain sering menunjukkan bahwa peleburan fungsi yang tidak kompatibel justru menciptakan tumpang tindih, hilangnya fokus, birokrasi internal yang rumit, dan bahkan potensi intervensi atau dominasi satu fungsi atas fungsi lainnya.

Baca Juga:  Branding dan Identitas Jaket Transportasi Online Maxim di Gorontalo

Dalam kasus ini, ada kekhawatiran kuat bahwa agenda ‘pembangunan fisik’ yang melekat pada fungsi perhubungan akan mendominasi, mengesampingkan pertimbangan lingkungan yang seharusnya menjadi ‘rem’ atau ‘penyeimbang’.

Absurditas fungsional dari peleburan ini bahkan bisa diibaratkan dengan situasi yang mungkin terjadi di lapangan: Akibat kekurangan armada operasional pengangkut sampah di dinas lingkungan hidup, mungkin kita akan melihat bus-bus angkutan umum dialihfungsikan untuk membantu mengangkut sampah dari permukiman?

Atau, karena kekurangan petugas kebersihan, pasukan pengatur lalu lintas dari unsur DLLAJ (Direktorat Lalu Lintas Angkutan Jalan) akan dikerahkan untuk membantu membersihkan bahkan memungut sampah di jalan? Tentu ini terdengar seperti lelucon.

Namun secara ekstrem, ini menggambarkan betapa jauhnya dan tidak relevannya fungsi kedua dinas ini untuk dilebur begitu saja berdasarkan ‘semangat’ efisiensi struktural semata tanpa kajian fungsional yang mendalam.

Beberapa tantangan jika peleburan dinas bidang Lingkungan Hidup dan Perhubungan ini diteruskan:

  1. Hilangnya Kekhususan dan Keahlian: Bidang lingkungan hidup membutuhkan keahlian spesifik (toksikologi, ekologi, analisis dampak, penegakan hukum lingkungan) yang sangat berbeda dengan keahlian di bidang perhubungan (teknik sipil transportasi, manajemen lalu lintas). Peleburan bisa melarutkan kekhususan ini.
  2. Melemahnya Fungsi Pengawasan Lingkungan: Bagaimana mungkin satu dinas secara efektif mengawasi dampak lingkungan dari proyek-proyek yang direncanakan dan dilaksanakan oleh unit kerja lain dalam dinas yang sama
  3. Perencanaan yang Bias: Perencanaan tata ruang terkait transportasi dan lingkungan bisa menjadi bias, kurang mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan demi kelancaran pembangunan fisik perhubungan.
  4. Kebingungan di Tingkat Pelaksana: Petugas di lapangan akan menghadapi kesulitan dalam mengintegrasikan tugas dan memahami prioritas ketika fungsi dan keahliannya sangat berbeda.
Baca Juga:  One Piece Hiatus: Strategi Menjaga Kualitas atau Tekanan Politik?

Efisiensi dan efektivitas adalah bentuk “peduli” pada masa depan daerah ini, tetapi jangan “tidak peduli” untuk meninjau kembali rencana ini. Efisiensi birokrasi adalah tujuan yang baik, tetapi harus dicapai dengan cara yang rasional secara fungsional.

Jangan sampai upaya merampingkan struktur justru mengorbankan kapasitas daerah dalam mengelola dan melindungi lingkungan hidup yang merupakan penopang utama pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah daerah perlu kembali merujuk pada prinsip-prinsip dalam PP 18/2016, melakukan analisis beban kerja dan peta urusan pemerintahan yang cermat, serta mempertimbangkan masukan dari para ahli dan praktisi di kedua bidang sebelum mengambil keputusan final.

Cari padanan peleburan yang memang memiliki sinergi fungsional yang nyata, atau pertahankan kemandirian dinas yang memang mengelola urusan krusial dan spesifik seperti lingkungan hidup, dengan memperkuat mekanisme koordinasi lintas sektor.

Jangan biarkan absurditas fungsional terjadi demi mengejar angka perampingan semata. Masa depan lingkungan kita terlalu berharga untuk dikelola tanpa logika fungsional yang tepat.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600