Hibata.id – Dominasi kemasan modern berbahan plastik dan kertas, kelompok kecil yakni pedagang daun pisang di Gorontalo terus mempertahankan denyut warisan tradisional yang kian tergerus zaman.
Ramlah (52), seorang penjual daun pisang di pinggiran Kota Gorontalo, menjadi saksi hidup atas perubahan preferensi masyarakat terhadap kemasan makanan.
Setiap pagi, ia harus membuka dagangannya di bawah tenda kecil, menata ikat demi ikat daun pisang yang masih basah dari hasil panen kemarin sore.
Di tangannya, daun pisang bukan sekadar pembungkus, melainkan bagian dari identitas kuliner lokal yang semakin dilupakan.
“Kalau dulu banyak penjual nasi kuning atau penjual kue yang beli hampir tiap hari. Sekarang, tinggal satu-dua saja,” ujarnya lirih, seraya menata daun-daun yang mulai layu.
Ia sudah menekuni usaha ini lebih dari tujuh tahun, dengan masa-masa keemasan yang kini hanya tinggal kenangan.
Permintaan terhadap daun pisang memang mengalami penurunan drastis. Banyak pelaku usaha makanan beralih ke kemasan pabrikan—praktis yang dinilai seragam.
Namun bagi Ramlah dan sebagian kecil pelanggannya, daun pisang menyimpan nilai lebih. Aroma alami, nuansa tradisi, serta keunggulan ramah lingkungan membuat mereka bertahan menggunakan daun pisang.
Dengan harga Rp10 ribu per ikat, Ramlah kini hanya bisa menjual beberapa ikat daun pisang per hari. Namun semangatnya hingga kini belum luntur.
“Kalau ada pesanan, kadang ramai juga. Biasanya pas ada hajatan atau acara kampung,” ujarnya sembari tersenyum tipis.
Dalam diam, para pedagang daun pisang seperti Ramlah sejatinya memegang peran penting. Mereka bukan sekadar penjual di pasar tradisional, tetapi juga penjaga identitas kuliner Gorontalo, serta pelopor dalam upaya mengurangi ketergantungan pada plastik dan kertas sekali pakai.
Kondisi ini mencerminkan realitas yang lebih luas dan tantangan yang dihadapi pelaku usaha kecil dalam mempertahankan produk berbasis alam di tengah arus modernitas.
“Bertahan bukan karena tidak punya pilihan lain, tapi karena percaya bahwa warisan tradisi dan keberlanjutan lingkungan layak untuk diperjuangkan,” Imbuh Ramlah.
Santi, pedagang kuliner tradisional di Kota Gorontalo, masih setia menggunakan daun pisang untuk membungkus dagangannya.
“Makanan jadi lebih wangi dan terasa alami. Itu sebabnya saya tetap pakai daun pisang,” tuturnya.
Menurutnya, pembungkus alami ini bukan hanya mempertahankan keaslian rasa, tetapi juga menjadi bentuk nyata kepedulian terhadap lingkungan.
“Salah satunya daun pisang ramah lingkunga dan tidak menghasilkan sampah, itu saja bagi saya,” ia menandaskan.