Scroll untuk baca berita
Sosial

DPRD Pohuwato Siap Turun ke PETI Teratai, Akankah Bernasib Sama seperti Bulangita?

×

DPRD Pohuwato Siap Turun ke PETI Teratai, Akankah Bernasib Sama seperti Bulangita?

Sebarkan artikel ini
Satu unit alat berat jenis excavator tengah beroperasi di jantung area tambang ilegal Desa Teratai, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)
Satu unit alat berat jenis excavator tengah beroperasi di jantung area tambang ilegal Desa Teratai, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Isu pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Pohuwato tampaknya tak pernah benar-benar selesai. Janji penertiban kerap menggema dari ruang-ruang rapat hingga ke media, tapi realisasinya nyaris tak pernah menyentuh akar persoalan. Kini, giliran Teratai yang terancam. Tambang ilegal di kawasan itu diduga telah merangsek mendekati pemukiman warga.

Menanggapi kondisi ini, Ketua DPRD Pohuwato, Beni Nento, angkat bicara. Usai memimpin rapat paripurna ke-18 di gedung DPRD Pohuwato pada Senin (08/07/2025), ia memastikan Komisi III DPRD akan turun langsung ke lokasi PETI Teratai.

Scroll untuk baca berita

“Terkait tambang Teratai, saya akan perintahkan DPRD, khususnya Komisi III yang membidangi pertambangan, untuk melihat langsung ke lapangan. Kalau perlu, kami akan turun bersama pemerintah daerah dan Forkopimda,” ujar Beni kepada sejumlah wartawan.

Lebih lanjut, Beni menegaskan jika kawasan Teratai tidak masuk dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), maka aktivitas tambang di sana harus dihentikan.

Baca Juga:  BWS Gorontalo Respons Keluhan Warga Pohuwato Terkait Krisis Air Bersih

“Saat pengusulan ada 20 blok tambang rakyat dari 13 kecamatan. Apakah Teratai masuk? Itu yang akan kita cek. Kalau tidak masuk WPR, artinya tidak diatur dalam regulasi. Maka kita akan duduk bersama pemerintah untuk mencari solusinya,” tambahnya.

Pernyataan Beni terdengar tegas—tapi publik Pohuwato tak gampang lupa. Kasus PETI Bulangita menjadi bukti nyata bagaimana janji-janji DPRD bisa menguap begitu saja.

Pada 30 Januari 2025, Komisi III DPRD Pohuwato bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan KPH III Gorontalo sempat menggelar inspeksi mendadak ke PETI Bulangita. Mereka menemukan tiga ekskavator yang sedang beroperasi ilegal.

Temuan ini sempat mengguncang publik. Ekskavator-ekskavator itu menjadi simbol brutalnya tambang ilegal yang mengoyak hutan, mencemari sungai, dan merampas lahan warga.

Baca Juga:  3 PLH Kepala Desa di Kecamatan Suwawa Akan Dilantik Senin Besok

Ketua Komisi III DPRD Pohuwato saat itu, Nasir Giasi, dengan lantang mengecam pengrusakan lingkungan: “Ini luar biasa. Percepatan kerusakan lingkungan di Bulangita sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.

Dalam catatan resmi, ada setidaknya 13 ekskavator yang beroperasi di sana. Bahkan, tim Komisi III sampai menyisir Gunung Sayap Kanan untuk mencari alat berat lainnya. Janji pun kembali dilontarkan: penertiban akan dilakukan bertahap.

Tapi kenyataannya? Setelah kamera mati dan rapat selesai, Bulangita kembali bergema oleh suara mesin. Lubang-lubang tambang makin lebar. Sungai makin keruh. Bukit makin gundul. Janji-janji itu hilang ditelan politik yang hanya ramai di permukaan.

Kini, giliran Teratai yang dipertaruhkan. Lokasinya yang dekat pemukiman warga membuat risikonya jauh lebih besar: tanah longsor, banjir lumpur, pencemaran air, hilangnya mata air, hingga bencana ekologis lainnya bisa terjadi sewaktu-waktu.

Baca Juga:  Warga Balayo Krisis Air Bersih, Hendrik Humu Minta Pemerintah Bertindak

Pertanyaannya: Akankah DPRD Pohuwato kembali mengulang drama yang sama? Datang, berpose, berjanji, lalu pergi—dan membiarkan ekskavator kembali menari di kaki bukit?

Di atas kertas, DPRD mengaku ingin mendorong penetapan WPR dan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Harapannya, agar tambang rakyat bisa diatur secara legal, ramah lingkungan, dan berpihak kepada warga. Namun sampai hari ini, semua masih sebatas wacana. Tak ada regulasi yang benar-benar turun ke lapangan.

Yang terjadi justru sebaliknya: dalam kekosongan hukum dan tumpang tindih kebijakan, cukong tambang meraup keuntungan besar. Rakyat hanya kebagian sisa—racun merkuri, tanah rusak, dan lubang maut yang tak pernah ditutup. Sampai kapan DPRD hanya sibuk berjanji?.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600