MUNGKINKAH AKAN MENENTUKAN KEMENANGAN DALAM PEMILUKADA SERENTAK 2024 ?
Penulis: Fian Hamzah – Founder Ruang Anak Muda Connection, Alumni SKPP Gorontalo.
Demokrasi secara etimologis berasal daru bahasa Yunani, yakni demos yang berarti rakyat dan cratein yang berarti kedaulatan. Abraham Lincoln (1809-1865) mendefinisikan bahwa demokrasi sebagai Government of the people, bye the people and for the people. Bahwa pemerintahan itu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga rakyatlah yang menjadi sumber dalam membentuk pemerintahan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Baca Juga: Jokowi: Pembunuhan Pimpinan Hamas Haniyeh Tidak Bisa Ditoleransi
Dalam penerapan demokrasi, ada pertanyaan besar yang harus di jawab, Bagaimana demokrasi yang ideal itu dilaksanakan? Disinilah kemudian konsep dari pemilu itu diimplementasikan—konsep demokrasi tentunya memerlukan pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk menjalankan demokrasi. Dalam pandangan yang dikemukakan oleh Ramlan (1992) Pemilu diartikan sebagai mekanisme pendelegasian atau penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada partai atau orang yang dipercayai.
Baca Juga: Profil Ismail Haniyeh, Pimpinan Ormas Hamas yang Terbunuh
Pemilu tentu menjadi ruang bagi rakyat dalam memberikan hak untuk secara langsung memilih dan memutuskan kepada siapa suaranya akan diberikan. Dalam setiap pemilu serta pemilukada, tentu hal ini menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas demokrasi.
Kualitas demokrasi itu selalu dinamis, Perilaku pemilih juga dipengaruhi perilaku para kompetitor dalam pemilu. Kita tentunya perlu mendorong perilaku pemilih (vooting behavior) masyarakat yang rasional, cerdas, dan berkualitas—yang menitikberatkan pada ide, dan gagasan para kandidat atau kompetitor.
Baca Juga: Meneropong Gorontalo Pasca Pilkada 2024
Bagaimana dengan perilaku pemilih dan partisipasi politik dalam Pemilukada?
Perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kalau kita melihat, bahwa partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk, salah satu wujud yang paling nyata adalah kegiatan pemilihan yang mencakup suara pemilih, sumbangan kampanye (baliho, spanduk, stiker, kalender, dst) , serta adanya pembentukan tim sukses dari tingkat desa sampai tingkat paling atas (kab/provinsi).
Perilaku pemilih adalah tindakan seseorang yang ikut serta dalam memilih orang, partai politik atau issue publik tertentu. Jika merujuk pada apa yang dikemukakan oleh Kristadi (1996) mendefinisikan bahwa perilaku pemilih sebagai keterkaitan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan didasarkan pada faktor psikologis, faktos sosiologis, dan faktor rasional.
Baca Juga: Mahasiswa IPB Asal Gorontalo Kritik Pemberian Bansos Bagi Pelaku Judi
Pada pemilihan legislatif (pileg) 2024 yang telah dilaksanakan pada 14 Februari kemarin, maka kita akan menemukan beberapa tipe pemilih. Pertama, Pemilih Rasional. Kedua, Pemilih prgamatis. Ketiga, Pemilih Kritis. Keempat, Pemilih tradisional. Kelima, Pemilih Agamais.
Pemilih Rasional.
Pemilih rasional memiliki orientasi yang amat tinggi pada “policy-problem solving” dan tentunya berorientasi rendah pada hal-hal ideologis. Tipikal para pemilih rasional mengutamakan pada visi-misi, serta program kerja yang digagas oleh kandidat. Pemilih rasional adalah individu yang membuat keputusan dalam proses pemilihan berdasarkan analisis rasional terhadap informasi yang tersedia.
Mereka mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kebijakan kandidat, rekam jejak, dan kepentingan pribadi mereka, sebelum membuat pilihan. Pemilih rasional bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip rasionalitas, yakni memaksimalkan manfaat dan meminimalkan biaya.
Dalam politik, konsep pemilih rasional sering dikaitkan dengan teori pilihan rasional, yang mengasumsikan bahwa individu bertindak secara logis dan konsisten untuk mencapai tujuan pribadi mereka. Namun, dalam praktiknya, perilaku pemilih dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor emosional, sosial, dan psikologis, yang kadang-kadang membuat mereka bertindak tidak sepenuhnya rasional.
Pemilih Pragmatis
Pemilih pragmatis adalah individu yang membuat keputusan dalam proses pemilihan berdasarkan pertimbangan praktis dan realistis, lebih dari sekadar idealisme atau preferensi ideologis. Mereka fokus pada hasil nyata dan dampak langsung dari pilihan mereka, sering kali mempertimbangkan apa yang paling mungkin dicapai dan apa yang paling sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka saat ini.
Pemilih pragmatis biasanya; memprioritaskan solusi yang dianggap paling efektif dan dapat diimplementasikan, meskipun itu bukan pilihan ideal mereka. Pemilih pragmastis lebih fleksibel dalam pendekatan mereka terhadap politik dan kebijakan, siap untuk berkompromi jika diperlukan demi mencapai hasil yang lebih baik (bagi diri mereka). Dan berfokus pada masalah-masalah konkret yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti ekonomi, pekerjaan, kesehatan, dan pendidikan.
Kalau diberi pekerjaan sikat, kalau diberi bansos libas. Kalau diberi uang, ambil. Begitulah tipe pemilih pragmatis. Dalam konteks ini, pemilih pragmatis cenderung mencari hasil yang langsung dan nyata, mengutamakan efektivitas dan efisiensi daripada ideologi atau retorika semata.
Pemilih Kritis
Pemilih kritis adalah individu yang secara mendalam dan teliti menganalisis informasi sebelum membuat keputusan dalam proses pemilihan. Mereka tidak menerima informasi secara langsung, tetapi mengevaluasi, memverifikasi, dan membandingkan berbagai sumber informasi untuk memastikan keakuratan dan keandalannya.
Pemilih kritis cenderung skeptis terhadap klaim dan janji politik, dan mereka mempertimbangkan berbagai perspektif sebelum membuat keputusan. Pemilih kritis memainkan peran penting dalam demokrasi karena mereka mendorong transparansi, akuntabilitas, dan kualitas dalam proses politik. Dengan menuntut informasi yang akurat dan mempertanyakan klaim politik, mereka membantu menciptakan lingkungan politik yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Pemilih Tradisional
Pemilih tradisional adalah individu yang membuat keputusan dalam proses pemilihan berdasarkan nilai-nilai, kebiasaan, dan keyakinan yang telah diwariskan atau dipegang secara turun-temurun. Mereka cenderung setia kepada partai politik, kandidat, atau ideologi tertentu yang sudah menjadi bagian dari identitas budaya atau keluarga mereka.
Pemilih tradisional sering kali dipengaruhi oleh sejarah, budaya, dan norma-norma sosial yang sudah lama ada dalam komunitas mereka. Tipe pemilih ini dapat kita jumpai dengan mudah, dapat dilihat dari ciri-cirinya:
- Kesetiaan terhadap Partai:Pemilih tradisional biasanya setia kepada satu partai politik atau ideologi tertentu dan jarang berubah pilihan, meskipun ada perubahan dalam kondisi politik atau kandidat.
- Nilai-nilai dan Norma:Pemilih tradisional cenderung memilih berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut dalam lingkungan mereka, seperti nilai budaya, atau moral yang kuat.
- Resistensi terhadap Perubahan:Mereka cenderung lebih resistif terhadap perubahan dan inovasi dalam politik, lebih memilih stabilitas dan kesinambungan yang ditawarkan oleh pilihan tradisional mereka.
Pemilih tradisional memainkan peran penting dalam menjaga kesinambungan dan stabilitas dalam sistem politik, karena mereka sering menjadi basis dukungan yang konsisten bagi partai atau kandidat tertentu. Namun, mereka juga dapat menjadi tantangan dalam hal adaptasi terhadap perubahan dan inovasi dalam kebijakan dan politik.
Pemilih Agamais
Pemilih agamais adalah individu yang membuat keputusan dalam proses pemilihan berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Keyakinan agama mereka sangat mempengaruhi pandangan dan preferensi politik mereka, dan mereka cenderung memilih kandidat atau partai yang dianggap paling sesuai dengan prinsip-prinsip agama mereka.
Pemilih agamais memainkan peran penting dalam politik, terutama di negara-negara di mana agama memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial dan politik. Mereka membantu mengangkat isu-isu moral dan etika dalam diskusi politik dan memastikan bahwa suara komunitas agama mereka terdengar dalam proses pembuatan kebijakan.
Jika melihat dari tipe pemilih yang ada, jika diambil kesimpulanya maka siapa yang menguasai tipe-tipe pemilih akan memenangkan pertarungan pada pemilihan kepala daerah tahun 2024. Pemilihan legislatif kemarin menjadi acuan dan contoh yang bisa diambil, dimana dan siapa saja kategori dan tipe pemilih yang akan disasar nanti. Oleh karena itu, kemenangan dalam pemilihan kepala daerah akan ditentukan melalui tipe pemilih diatas.**