Hibata.id – Di tengah gempuran camilan modern, kue nagasari tetap menjadi primadona di Gorontalo. Cita rasa manis dan aroma khas dari pisang yang dibungkus daun menjadikannya jajanan tradisional ini masih digemari lintas generasi di daerah berjuluk Serambi Madinah.
Kue nagasari dikenal dengan teksturnya yang lembut—perpaduan antara adonan tepung beras dan santan yang kenyal dengan isian pisang manis.
Tak hanya lezat, nagasari juga sarat makna budaya. Di Gorontalo, kue ini menjadi sajian wajib dalam berbagai acara adat dan pertemuan keluarga.
“Rasanya lembut, manis, dan aroma daun pisangnya bikin nagasari ini selalu dirindukan,” kata Yanti, pepbuat kue tradisional di Kota Gorontalo, kepada Hibata.id Minggu (8/6/2025).
Bahan baku nagasari sangat mudah didapatkan di pasar tradisional, seperti tepung beras, gula pasir, santan, dan pisang lokal.
Proses pembuatannya pun tidak rumit, membuat kue ini populer sebagai camilan rumahan.
Kue nagasari berasal dari budaya kuliner Jawa, namun telah bertransformasi menjadi bagian dari keseharian warga Gorontalo.
Perbedaan utama terletak pada teknik pengolahan dan jenis pisang yang digunakan, sehingga menghasilkan citarasa khas yang membedakannya dari daerah lain.
“Kalau nagasari di Gorontalo itu khas, rasanya beda. Apalagi kalau disimpan dulu di kulkas, dingin-dingin segar dimakan,” ujar Ardi, warga Kota Gorontalo yang rutin membeli kue ini setiap pekan.
Di Gorontalo, nagasari tidak hanya hadir saat perayaan besar seperti Ramadan atau pernikahan. Kue ini juga banyak dijajakan di toko-toko kue tradisional, terutama saat musim panas.
Bahkan, beberapa warga mengkreasikannya sebagai pelengkap minuman dingin seperti es cendol atau es palubutung.
Meski berakar dari Pulau Jawa, nagasari telah beradaptasi dengan kultur lokal Gorontalo. Inovasi dari para pembuat kue menjadikan nagasari khas daerah ini semakin diminati, sekaligus menjadi bagian dari kekayaan kuliner lokal yang patut dilestarikan.
Dengan harga yang terjangkau dan rasa yang khas, kue nagasari tetap menjadi pilihan utama masyarakat Gorontalo di tengah maraknya makanan kekinian. (*)