Hibata.id – Praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) semakin brutal di Desa Karya Baru dan Desa Popaya, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato. Aktivitas ilegal yang rakus dan tak terkendali ini dilaporkan telah meluluhlantakkan kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) tanpa sisa.
Hasil penelusuran Hibata.id pada Jumat (27/6/2025) mengungkap fakta mencengangkan: di kedua desa tersebut, sejumlah alat berat jenis excavator beroperasi secara terbuka, membelah kawasan hutan menjadi lahan galian liar.
Setiap gerakan bucket excavator berarti satu lagi kerusakan ekologis—hutan digunduli, habitat musnah, dan lubang-lubang maut menganga demi emas haram yang ditambang tanpa izin resmi. Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya membenarkan aktivitas tambang liar tersebut.
“Di Desa Popaya hanya ada satu alat berat excavator yang masuk kawasan. Tapi di Desa Karya Baru, ada tiga lokasi yang sudah masuk ke wilayah HPK,” ungkapnya.
Lebih lanjut, sumber tersebut membeberkan kondisi jalur menuju lokasi tambang ilegal di Popaya. Jalan yang dulunya menjadi akses vital bagi warga kini berubah menjadi jalur mati. Sebagian sisi kiri jalan mengalami kerusakan parah, membuka akses langsung ke jantung kawasan hutan yang kini terkoyak.
Namun, Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat Wilayah III Pohuwato, Jemie S. Peleng tak memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan tim Hibata.id, pada Sabtu (28/6/2025).
Diam ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah KPH benar-benar tidak tahu, atau justru sengaja membiarkan alat berat liar merusak hutan demi kepentingan segelintir pihak?. Padahal, PETI yang merusak kawasan hutan itu akan merusak ekosistem, terganggunya tata air, meningkatnya risiko longsor, dan ancaman banjir bandang.