Scroll untuk baca berita
HeadlineNasional

PETI Rugikan Negara Rp700 Triliun, Prabowo Perintahkan Pengambilalihan 300 Ribu Hektare Lahan

×

PETI Rugikan Negara Rp700 Triliun, Prabowo Perintahkan Pengambilalihan 300 Ribu Hektare Lahan

Sebarkan artikel ini
Alat berat yang beroperasi di penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)
Alat berat yang beroperasi di penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) terus mencabik masa depan lingkungan dan menguras potensi pendapatan negara dalam skala yang mengejutkan. Di berbagai daerah, termasuk Provinsi Gorontalo, tambang ilegal berlangsung nyaris tanpa kendali. Hasilnya: kerusakan ekosistem, konflik sosial, dan potensi kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah.

Sisa-sisa tambang berbentuk kubangan, hutan yang digunduli ekskavator, dan tanah yang rusak parah menjadi warisan dari praktik tambang liar yang merajalela. Sementara negara buntung dan lingkungan hancur, para pelaku terus mengeruk keuntungan tanpa tersentuh hukum.

Scroll untuk baca berita

Merespons kondisi ini, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memerintahkan pengambilalihan sekitar 300 ribu hektare lahan tambang ilegal di kawasan hutan. Instruksi tegas ini disampaikan menyusul temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mencatat potensi kerugian negara akibat tambang ilegal mencapai Rp700 triliun.

Baca Juga:  Alasan Dua Lipa Batal Konser di Jakarta, Penggemar Tagih Ganti Rugi

Hal tersebut diungkapkan Kepala BPKP, Yusuf Ateh, dalam acara Leader’s Corner: Leading to Transform di Jakarta, Kamis (26/6/2025). Ia menjelaskan bahwa pengambilalihan lahan akan dilakukan melalui koordinasi lintas lembaga, melibatkan Kejaksaan Agung, TNI, dan Polri.

“Perintah Pak Presiden: ambil dulu, nanti baru kita kasih denda illegal gain. Ambil dulu, kuasai kembali,” tegas Yusuf, seperti dikutip dari Tirto.id

Menurutnya, dari total 4,2 juta hektare tambang di dalam kawasan hutan, sekitar 296 ribu hektare menjadi prioritas utama untuk dikuasai kembali negara. Lahan-lahan ini diketahui mengandung berbagai komoditas bernilai tinggi seperti emas, batu bara, dan bauksit.

“Kalau kita pidanakan, itu kerugian negara — Rp700 triliun,” katanya.

Baca Juga:  Fadel Muhammad Diperiksa KPK Soal Dugaan Korupsi Pembayaran APD Kemenkes

Yusuf juga menekankan bahwa aktivitas tambang jauh lebih merusak dibanding sektor lain seperti perkebunan sawit. Jika sawit masih membutuhkan proses tanam hingga bertahun-tahun, tambang ilegal hanya perlu satu alat berat untuk langsung mengeruk isi bumi — tanpa prosedur, tanpa izin, tanpa kendali.

“Kalau sawit harus nanam dulu enam tahun. Tapi kalau tambang, tinggal keruk saja pakai beko, prak-prak,” ujarnya.

Selain potensi kerugian, BPKP mencatat kerugian aktual dari tambang ilegal telah mencapai Rp111 triliun. Negara, kata Yusuf, akan menempuh jalur hukum terhadap para pelaku, sekaligus menuntut kompensasi untuk disetor ke kas negara.

“Seperti kasus sawit, kita bisa minta bayar. Kalau tidak, ya kami penjara. Lahan yang sudah kita kuasai kembali akan menjadi sumber tambahan untuk PNBP,” jelasnya.

Baca Juga:  Pemuda Gorontalo Miskin?

Langkah besar ini, lanjut Yusuf, hanya bisa berhasil jika didukung kolaborasi penuh antarlembaga penegak hukum.

“Kolaborasi dengan Kejaksaan Agung, TNI, dan Polri itu penting. Tidak mungkin kita bekerja sendiri,” pungkasnya.

Sementara di Provinsi Gorontalo, praktik tambang emas ilegal masih marak, bahkan mencemari kawasan konservasi seperti Cagar Alam Panua. Pengawasan dan penindakan hingga kini dinilai belum maksimal. Hutan yang seharusnya menjadi zona perlindungan hayati justru berubah menjadi medan eksploitasi terbuka.

Langkah tegas di tingkat nasional kini menjadi ujian nyata bagi aparat di daerah. Mampukah kebijakan Presiden dijalankan di lapangan, atau akankah tambang-tambang ilegal ini terus beroperasi di balik pembiaran dan diamnya para pejabat?

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600