Hibata.id – Presiden terpilih Prabowo Subianto telah menantikan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, selama dua tahun.
Pertemuan tersebut ditargetkan terjadi sebelum pelantikan presiden pada 20 Oktober 2024. Pertemuan ini disebut-sebut akan menjadi ajang tukar pikiran antar kedua tokoh, meski tidak membahas soal koalisi pemerintahan.
Baca Juga: Jadwal Pertemuan Antara Prabowo dan Megawati Sudah Diatur
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, mengonfirmasi rencana pertemuan ini. Menurutnya, agenda pertemuan ini lebih pada pertukaran ide antara Megawati, yang pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden, dengan Prabowo, yang akan memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.
“Tentu ini adalah momen tukar pikiran. Bu Mega pernah menjadi wapres dan presiden, sementara Pak Prabowo akan menjadi presiden kita lima tahun ke depan, insya Allah,” kata Said Abdullah di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Tidak Bahas Koalisi Pemerintahan
Said menegaskan bahwa pembicaraan mengenai peluang PDIP bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran tidak akan menjadi topik utama pertemuan ini. Menurutnya, pertemuan ini bukan transaksi politik, tetapi lebih pada pertemuan antar saudara sebangsa.
Baca Juga: Presiden Jokowi Tinjau Bendungan yang akan Tenggelamkan Dua Kampung di Gorontalo
“Kalau soal koalisi, pasti tidak akan dibahas. Ini bukan pertemuan transaksional, tapi lebih pada pertemuan saudara sebangsa,” tambahnya.
Sementara itu, PDIP masih menunggu keputusan dari Megawati Soekarnoputri dan DPP terkait kemungkinan bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo.
Dampak Besar pada Politik Nasional
Pengamat politik Ujang Komarudin menilai pertemuan antara Megawati dan Prabowo akan berdampak besar pada politik nasional. Ia menilai pertemuan ini bisa menjadi sinyal kuat bahwa PDIP mempertimbangkan untuk bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran. Namun, Ujang juga mengingatkan potensi hilangnya oposisi di parlemen jika PDIP memutuskan bergabung ke pemerintahan.
“Pertemuan ini jelas akan berdampak positif pada politik nasional, termasuk potensi PDIP bergabung ke koalisi. Tapi, di sisi lain, ini bisa membuat oposisi di parlemen menjadi nihil, dan akhirnya muncul dari masyarakat sipil,” ujar Ujang.
Ujang juga menilai bahwa partai-partai dalam koalisi pemerintahan Prabowo tidak akan terpengaruh dengan masuknya PDIP. Menurutnya, partai-partai koalisi sudah merasa puas dan mungkin telah mendapatkan jatah masing-masing dalam pemerintahan mendatang.
“Masuknya PDIP ke dalam koalisi tidak akan memengaruhi partai-partai lain. Mereka mungkin sudah merasa puas dengan posisi masing-masing,” jelas Ujang.
Namun, Ujang kembali mengingatkan bahwa tanpa oposisi di parlemen, sistem politik bisa kehilangan keseimbangan, dan ini bisa mengarah pada munculnya oposisi dari kalangan masyarakat sipil.