Hibata.id – Serundeng, olahan kelapa parut yang awalnya diciptakan sebagai metode pengawetan makanan, kini menjelma menjadi pelengkap kuliner Nusantara yang kian digemari. Dari meja makan tradisional hingga sajian kontemporer, serundeng terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.
Dalam budaya masyarakat Jawa, serundeng dikenal dengan sebutan srundèng. Proses pembuatannya dilakukan dengan cara menyangrai kelapa parut yang telah dibumbui dengan rempah-rempah khas. Teknik ini dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan kelapa parut yang mudah basi dalam kondisi tropis.
“Proses penggorengan dengan bumbu rempah tidak hanya mengeringkan kelapa, tetapi juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak,” ujar seorang pakar kuliner tradisional.
Tahapan tradisional pembuatan serundeng dimulai dengan memarut kelapa segar, mencampurkannya dengan bumbu dasar seperti bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan kencur, lalu disangrai di atas api kecil selama beberapa jam hingga kering sempurna. Hasilnya, serundeng memiliki aroma harum, rasa gurih, serta tekstur renyah.
Catatan sejarah mencatat bahwa sejak abad ke-19, serundeng telah menjadi pelengkap nasi kuning dan ketupat. Pada awal abad ke-20, olahan ini mulai merambah resep seperti bubur ayam dan gudeg. Memasuki era modern, serundeng tampil sebagai topping mie instan, campuran bumbu camilan, hingga sentuhan unik dalam makanan cepat saji.
Variasi Serundeng Nusantara
Setiap daerah di Indonesia mengembangkan cita rasa serundeng khasnya. Di Jakarta, serundeng Betawi bercita rasa manis dengan dominasi bawang merah dan gula merah. Di wilayah Sunda, tambahan kencur dan daun jeruk menjadi ciri khas. Di Bali, serundeng diperkaya dengan basa genep dan cabai, sedangkan serundeng Padang dikenal kuat rempah seperti kapulaga dan kayu manis.
Kandungan Nutrisi dan Ketahanan
Serundeng mengandung lemak sehat dari kelapa, protein nabati, serta mineral dari rempah-rempah. Namun, kandungan kalorinya tergolong tinggi, mencapai 300–400 kkal per 100 gram. Jika diolah dengan benar, serundeng dapat bertahan selama dua minggu di suhu ruang, satu bulan dalam kemasan kedap udara, dan hingga tiga bulan jika disimpan di lemari pendingin.
Transformasi Serundeng di Era Modern
Selain mempertahankan metode tradisional, produsen serundeng kini memanfaatkan teknologi modern seperti pengeringan oven bersuhu terkontrol, pengemasan vakum, dan sterilisasi sinar UV. Namun demikian, banyak konsumen masih menganggap serundeng rumahan lebih autentik karena rasa sangrai manual yang lebih merata.
Serundeng kini digunakan sebagai topping pizza, campuran kue kering, taburan popcorn dan keripik, hingga pelengkap salad dan bowl makanan sehat. Inovasi ini membuktikan bahwa serundeng bukan sekadar pelengkap nasi, melainkan bagian penting dari transformasi kuliner Indonesia.