Hibata.id – Isu beredarnya galon palsu bermerek Le Minerale yang sempat viral di media sosial dipastikan tidak benar. Aparat kepolisian dan kementerian terkait menegaskan, kabar tersebut merupakan hoaks dan bentuk disinformasi yang dapat menyesatkan konsumen.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui kanal resmi menyatakan bahwa informasi mengenai #galonpalsuLeMinerale tidak berdasar dan masuk dalam kategori hoaks.
Klarifikasi ini disampaikan menyusul penyebaran unggahan di media sosial yang menyebutkan adanya galon palsu Le Minerale di wilayah Bekasi dan sekitarnya.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, Komisaris Polisi Onkoseno Grandiarso Sukahar, juga menegaskan bahwa kasus yang ramai diperbincangkan masyarakat bukanlah pemalsuan produk, melainkan dugaan pelanggaran izin usaha.
“Kasus ini merupakan dugaan pelanggaran perizinan oleh pelaku usaha air minum isi ulang tanpa izin resmi. Tidak ada bukti yang menunjukkan produksi galon Le Minerale palsu,” ujarnya dalam keterangan pers.
Menurut Onkoseno, barang bukti di lokasi hanya menunjukkan penggunaan kembali galon dan tutup bekas dari beberapa merek air minum dalam kemasan (AMDK). Ciri-ciri fisik seperti ring pengaman pada tutup galon yang sudah terbuka memperkuat indikasi penggunaan ulang, bukan pemalsuan.
Motif Persaingan Bisnis?
Koordinator Riset Satgas Anti Hoaks PWI Pusat sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nusantara, Algooth Putranto, menilai penyebaran isu ini terkoordinasi dan berpotensi mengarah pada bentuk kampanye negatif terhadap Le Minerale.
“Saya melihat ada pola unggahan yang masif dan terstruktur di Instagram, TikTok, dan X. Kampanye ini tampaknya didesain untuk membentuk opini publik negatif terhadap satu merek saja,” ujarnya.
Algooth menyebutkan, selama beberapa hari, ratusan akun media sosial secara serempak menyebarkan narasi bahwa galon palsu Le Minerale beredar di Bekasi. Padahal, berdasarkan data kepolisian, galon yang ditemukan berasal dari beberapa merek AMDK.
“Menariknya, yang disorot hanya satu merek. Ini mengindikasikan adanya motif persaingan usaha yang tidak sehat,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan, kemiripan struktur dan narasi di sejumlah unggahan dan pemberitaan membuat isu ini patut dicurigai sebagai disinformasi yang sengaja dirancang.
Pengamat hukum dan perlindungan konsumen, Fendy Ariyanto, menjelaskan bahwa fokus utama kasus ini adalah pelanggaran terhadap perizinan usaha dan standar keamanan pangan.
“Kepolisian mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Keamanan Pangan, bukan pada pelanggaran hak merek,” jelasnya.
Fendy menambahkan, apabila terbukti, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana karena telah memproduksi dan mendistribusikan air minum yang tidak memenuhi standar keamanan dan legalitas usaha.
Dengan fakta-fakta tersebut, publik diimbau untuk tetap kritis dalam menerima informasi yang beredar di media sosial, serta merujuk pada sumber resmi sebelum menyebarkannya lebih lanjut. Pemerintah dan lembaga berwenang terus memantau dan menangani penyebaran hoaks demi menjaga ketertiban informasi dan melindungi hak konsumen.