Hibata.id – Pengalaman emosional menjadi titik balik pembelajaran bagi Andi Setiawan, salah satu peserta Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025 di SMP Negeri 3 Kota Luwuk.
Dalam sebuah cerita reflektif berbasis experiential learning, Andi menuturkan bahwa memahami perasaan siswa menjadi kunci dari praktik mengajar yang bermakna.
“Saya sadar, siswa tidak hanya butuh pengetahuan, tetapi juga perhatian. Saat Aldi, salah satu siswa saya, meninggalkan kelas karena tekanan emosional, saya belajar bahwa menjadi guru berarti juga menjadi pendengar,” ungkap Andi, saat membagikan pengalamannya dalam Modul 2 Topik 1 bertema Social Emotional Learning.
Andi menjelaskan bahwa sebelumnya ia merasa sudah menjalankan tugas sebagai guru dengan baik. Namun peristiwa itu membuatnya merenung dan mulai menerapkan pendekatan sosial-emosional sesuai dengan kerangka Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL).
“Saya mulai membuka sesi refleksi lima menit di awal kelas dan memberi ruang pribadi bagi siswa yang ingin berbagi cerita. Aldi pun kembali semangat belajar, dan siswa lainnya mulai terbuka,” ujarnya.
Cerita ini menjadi contoh nyata dari penerapan experiential learning, di mana peserta PPG belajar langsung dari pengalaman di lapangan, merefleksikan, dan memperbaiki pendekatannya terhadap siswa.
Program PPG 2025 dirancang untuk melatih calon guru secara holistik. Modul tentang Social Emotional Learning menjadi bagian penting agar guru tidak hanya andal secara akademik, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan emosional.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menekankan pentingnya penguatan karakter dalam proses pendidikan, yang tak hanya terletak pada siswa, tetapi juga guru sebagai fasilitator utama.