Penulis : Wardoyo Dingkol.S.I.Kom.,M.I.Kom
Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah impian banyak masyarakat Indonesia. Status sosial yang tinggi, gaji tetap, hingga jaminan pensiun menjadi daya tarik utama di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. Namun, di balik euforia ini, terdapat dilema antara idealisme individu dan realitas sistem birokrasi yang terkadang bertentangan dengan nilai integritas. Persoalan ini menjadi penting untuk dibahas karena melibatkan nilai-nilai fundamental yang seharusnya mendasari keberadaan birokrasi modern.
Fenomena ini berakar pada realitas sosial dan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah studi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,45%, dan angka tersebut lebih tinggi di kalangan lulusan perguruan tinggi. Situasi ini menjadikan profesi PNS sebagai jalan keluar praktis bagi banyak orang. Sayangnya, motivasi ekonomi seringkali mengalahkan idealisme untuk melayani masyarakat. Dalam survei independen yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada 2022, ditemukan bahwa 42% pelamar CPNS mengutamakan stabilitas finansial dibandingkan kontribusi sosial sebagai alasan utama mengikuti seleksi.
Idealisme, yang merujuk pada keyakinan untuk bekerja demi kebaikan bersama berdasarkan prinsip kebenaran, seringkali berbenturan dengan struktur birokrasi yang otoritatif dan hierarkis. Sistem yang menekankan kepatuhan terhadap perintah atasan tanpa ruang kritis kerap menghambat inovasi dan mendorong konformitas. Dalam konteks ini, individu yang memiliki idealisme tinggi sering kali merasa terkekang karena harus tunduk pada kebijakan yang mungkin tidak sejalan dengan integritas pribadi maupun nilai-nilai etika.
Sebagai ilustrasi, dalam kasus pengadaan barang dan jasa di berbagai instansi, terdapat praktik manipulasi anggaran yang melibatkan PNS di berbagai level. Pelaku seringkali beralasan bahwa mereka tidak memiliki pilihan karena sistem menuntut loyalitas kepada atasan, meskipun itu berarti mengabaikan integritas. Studi oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2022 menunjukkan bahwa 64% kasus korupsi di Indonesia melibatkan PNS sebagai pelaku, menggambarkan kuatnya tekanan sistem terhadap individu dalam menjaga integritas.
Namun, disisi lain, ada juga tekanan eksternal yang membuat kompromi terhadap nilai idealisme tampak tak terhindarkan. Ketika stabilitas ekonomi menjadi prioritas utama bagi banyak orang, memilih menjadi PNS sering dianggap sebagai keputusan rasional. Dalam teori hirarki kebutuhan Maslow (1943), keamanan ekonomi adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum seseorang mampu mengejar aktualisasi diri, termasuk integritas dan idealisme. Maka, meskipun seseorang sadar akan risiko moral yang melekat pada sistem birokrasi, daya tarik ekonomi membuat mereka tetap terlibat.
Di sinilah pendekatan ilmiah dapat membantu memberikan solusi yang lebih berkelanjutan. Pertama, proses seleksi CPNS perlu dirancang untuk menjaring individu yang tidak hanya kompeten secara teknis tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpikir kritis terhadap sistem. Tes simulasi kasus atau penilaian berbasis nilai dapat digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana kandidat mampu mempertahankan integritas di bawah tekanan sistemik.
Kedua, reformasi birokrasi harus menciptakan lingkungan kerja yang mendukung idealisme tanpa mengabaikan realitas ekonomi. Langkah-langkah seperti penguatan whistleblowing system, transparansi dalam pengambilan keputusan, dan insentif bagi inovasi dapat membantu mengurangi ketegangan antara integritas dan struktur otoritatif.
Terakhir, pendidikan tentang nilai-nilai integritas harus dimulai sejak dini, tidak hanya di tingkat seleksi CPNS tetapi juga di bangku pendidikan tinggi. Calon profesional masa depan perlu memahami bahwa integritas dan idealisme bukan sekadar nilai abstrak, melainkan kunci untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik.
Dalam jangka panjang, dilema antara idealisme dan jaminan ekonomi dalam seleksi CPNS dapat diminimalkan melalui reformasi yang mengintegrasikan kebutuhan individu dengan nilai-nilai moral birokrasi. Hanya dengan cara ini, profesi PNS dapat menjadi lebih relevan dengan nilai integritas, sekaligus memberikan ruang bagi individu untuk tetap idealis dalam struktur yang seringkali membatasi.