Hibata.id – Gugatan perdata terhadap dua guru besar lingkungan, Prof. Bambang Hero Saharjo dan Prof. Basuki Wasis, kembali memperlihatkan wajah gelap kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup di Indonesia. PT Kalimantan Lestari Mandiri (KLM) menuding keduanya melakukan perbuatan melawan hukum karena memberikan keterangan ahli dalam sidang kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2018, yang berujung pada vonis ganti rugi terhadap perusahaan.
Nilai gugatan yang diajukan tak main-main: ganti rugi materil senilai Rp273,98 miliar dan kerugian imateril sebesar Rp90,68 miliar. Namun di balik angka fantastis itu, gugatan ini menunjukkan gejala yang lebih mengkhawatirkan—yakni penggunaan jalur hukum untuk membungkam partisipasi publik dan menakut-nakuti pihak-pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai gugatan tersebut sebagai bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), yang secara jelas dilarang dalam kerangka hukum lingkungan hidup Indonesia. Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menyebut tegas bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Tak hanya itu, PERMA No. 1 Tahun 2023 juga menegaskan bahwa pemberian keterangan ahli di pengadilan merupakan bagian sah dari perjuangan hak atas lingkungan hidup yang dilindungi hukum. Artinya, gugatan terhadap Prof. Bambang dan Prof. Basuki tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga bertentangan dengan hukum yang berlaku.
“Gugatan ini adalah serangan langsung terhadap Pasal 66 UU PPLH, dan merupakan bentuk pelecehan terhadap hukum. Hakim harus menolak gugatan ini lewat putusan sela, sebagaimana diatur dalam PERMA 1/2023,” tegas Marsya M. Handayani, peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Pelemahan Partisipasi dan Upaya Delegitimasi
Langkah hukum PT KLM dinilai sebagai upaya sistematis untuk melemahkan partisipasi publik dan membungkam saksi ahli yang bersuara atas nama ilmu pengetahuan. Gugatan ini juga mengindikasikan bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas kasus karhutla tersebut.
“Ini adalah cara PT KLM untuk menghindari tanggung jawab hukum. Kami mendesak pengadilan segera mengeksekusi putusan inkracht tersebut demi keadilan bagi lingkungan dan masyarakat Kalimantan Tengah yang terdampak asap,” ujar Okto Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari.
Lebih dari itu, gugatan terhadap ahli lingkungan ini dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan akademik dan integritas profesi ilmiah.
“Tindakan ini tidak hanya membungkam akademisi, tapi juga melemahkan prinsip negara hukum dan demokrasi. Negara yang sehat harus memberi ruang aman bagi akademisi untuk berkontribusi dalam penegakan hukum dan keadilan lingkungan,” jelas Edy Kurniawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
“Ahli hadir di pengadilan karena mandat hukum, bukan atas kehendak pribadi. Hakim pun tak terikat pada keterangan ahli. Maka menggugat ahli adalah tindakan keliru secara hukum dan etika,” tambah Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia.
Seruan untuk Menghentikan SLAPP
Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan komitmennya untuk terus membela Prof. Bambang Hero dan Prof. Basuki Wasis. Kasus ini bukan semata soal dua akademisi, tetapi menyangkut hak konstitusional masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat, serta perlindungan terhadap warga negara yang menjalankan tugas ilmiah dan sosial secara sah.
Koalisi mendesak:
- PT KLM segera mencabut gugatan, dan menghentikan segala bentuk upaya hukum yang bersifat membungkam;
- Hakim mematuhi ketentuan PERMA No. 1/2023 dan menolak gugatan dalam bentuk putusan sela;
- Pemerintah dan aparat penegak hukum menjamin ruang aman bagi ahli dan pejuang lingkungan untuk berpartisipasi aktif dalam proses hukum tanpa intimidasi.
Masyarakat sipil pun diajak untuk bersolidaritas, menjaga ruang partisipasi publik, dan tidak tinggal diam saat hukum digunakan sebagai alat pembungkaman.