Hibata.id — Polemik seputar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank SulutGo makin panas, bukan hanya karena substansi isu, tapi juga karena komentar yang dinilai tak pada tempatnya.
Kali ini, sorotan tajam datang dari Juru Bicara Wali Kota Gorontalo, Hadi Sutrisno Daud, yang menyebut Jubir Gubernur Gorontalo, Alvian Mato, justru memperkeruh suasana dengan pernyataan yang dianggap keluar konteks dan tidak substantif.
Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (11/4), Hadi menegaskan bahwa pernyataan Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, bukan soal pencitraan pribadi seperti yang dituduhkan oleh pihak Gubernur.
Melainkan bentuk kekecewaan yang mendalam terhadap sikap pasif Gubernur Gusnar Ismail atas perjuangan para kepala daerah di Gorontalo yang menginginkan keterwakilan dalam jajaran Komisaris Bank SulutGo.
“Yang disuarakan Wali Kota ini soal harga diri Gorontalo yang sepertinya tidak dihargai,” ujar Hadi.
Menurut Hadi, hingga kini belum ada satu pun pernyataan resmi dari Pemprov Gorontalo yang menunjukkan dukungan terhadap sikap tegas para kepala daerah yang memilih mundur dari keanggotaan Bank Sulutgo.
Sikap diam ini, kata Hadi, justru menunjukkan pembiaran atas aspirasi kolektif yang sudah jelas-jelas disuarakan. Menanggapi tudingan bahwa Adhan Dambea hanya mencari popularitas, Hadi balik menyindir keras.
“Wali Kota Gorontalo tidak butuh panggung. Beliau bukan politisi karbitan. Dari anak-anak sampai orang tua tahu siapa Adhan Dambea. Ini bukan soal tenar-tenaran, ini soal prinsip,” tegasnya.
Lebih jauh, Hadi menilai Jubir Gubernur telah keliru memahami fungsi dan perannya. Sebagai juru bicara, semestinya ia menyampaikan sikap resmi gubernur, bukan membumbui konflik dengan opini pribadi yang malah mencoreng institusi.
“Jubir Gubernur itu seharusnya menjadi jembatan komunikasi, bukan sumber keributan. Kalau tidak paham tupoksi, lebih baik diam daripada mempermalukan lembaga,” katanya.
Pernyataan makin tajam saat Hadi menanggapi manuver Jubir yang menyerempet soal ijazah Gubernur. Baginya, itu adalah bentuk pengalihan isu yang justru memperlihatkan kebingungan berpikir.
“Kalau sudah nyasar ke ijazah, itu artinya dia kehabisan akal. Ini bukan debat cerdas, tapi debat asal bunyi. Kalau konteksnya nggak nyambung, ya berarti lebih dungu dari orang dungu,” ucapnya blak-blakan.
Hadi menegaskan, kritiknya tidak ditujukan ke pribadi, tapi pada pola pikir yang menurutnya tak logis dan justru memperburuk situasi.
“Kita bicara soal representasi daerah, soal harga diri Gorontalo. Bukan soal ijazah, bukan soal popularitas. Jadi, jangan bawa wacana yang tidak nyambung hanya karena tidak siap berdiskusi secara substansi,” tutup Hadi.