Hibata.id – Kisah Ken Arok, tokoh penting dalam sejarah Nusantara, selalu menarik perhatian karena intrik politik dan pengkhianatan yang menyertainya. Demi mewujudkan ambisinya menjadi penguasa, Ken Arok membutuhkan senjata ampuh untuk menyingkirkan Tunggul Ametung, seorang pemimpin yang dikenal sakti.
Ayah angkat Ken Arok, Bango Samparan, memperkenalkannya kepada seorang empu bernama Mpu Gandring. Sosok legendaris ini berasal dari Desa Lulumbang, yang kini dikenal sebagai Plumbangan di Kecamatan Doko, Blitar. Mpu Gandring terkenal sebagai pembuat pusaka yang memiliki daya magis luar biasa.
Atas permintaan Ken Arok, Mpu Gandring setuju untuk membuatkan sebuah keris pusaka dalam waktu satu tahun. Namun, ambisi dan ketidaksabaran Ken Arok tidak dapat terbendung. Lima bulan berselang, ia mendatangi Mpu Gandring untuk mengambil keris tersebut, meskipun proses pembuatannya belum rampung.
Permintaan Ken Arok ditolak oleh Mpu Gandring. Namun, dengan penuh nafsu dan kemarahan, Ken Arok merebut keris itu secara paksa. Dalam peristiwa yang tragis, ia menusukkan keris tersebut ke tubuh Mpu Gandring hingga sang empu tewas seketika.
Di tengah kondisi sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan sebuah kutukan yang kelak menjadi legenda. Ia bersumpah bahwa keris itu akan menelan tujuh korban, termasuk Ken Arok dan keturunannya. Kutukan ini menjadi kenyataan, menjadikan keris Mpu Gandring simbol pengkhianatan dan tragedi dalam sejarah kerajaan di Tanah Jawa.
Peristiwa tragis ini tidak hanya mencerminkan ambisi politik yang membutakan, tetapi juga memberikan pelajaran tentang karma dan konsekuensi dari tindakan yang melampaui batas. Ken Arok memang berhasil menjadi penguasa Singhasari, namun bayang-bayang kutukan keris terus menghantui hidupnya.
Dengan segala intrik yang menyelimuti perjalanan hidupnya, cerita Ken Arok dan keris Mpu Gandring tetap hidup dalam ingatan masyarakat hingga kini. Kisah ini tidak hanya menjadi warisan sejarah, tetapi juga refleksi tentang kekuasaan, pengkhianatan, dan nasib yang tak terelakkan.