Inkrianto Mahmud, SE., MM. - Ekonom Muda Gorontalo
Jika dianggap Gorontalo adalah rumah. Tentu, rumah memiliki konsekuensi sosial yang mengikat. Argumentasi, pendapat yang berbeda dan aksi nyata didalam membangun Gorontalo seutuhnya. Tidak ada masalahnya.
-+ 24 jam jagad media sosial dipenuhi terkait hasil RUPS Bank BSG. Dimulai tidak dilibatkannya keterwakilan Provinsi Gorontalo untuk mengisi jajaran direksi hingga komisarisnya yang sebelumnya keterwakilnya Gorontalo mengisi posisi tersebut. Bahkan, beberapa Pemerintah Daerah seperti Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo, akan menarik saham dari BSG.
Jika dilihat data dari Bank Sulawesi Utara – Gorontalo (BSG) yang mengusung tagline Torang Pe Bank, pemegang saham terbanyak adalah Pemda Sulawesi Utara dengan total saham Rp. 452.471.100.000 sekitar -+ Rp. 452 miliar sebagai urutan pertama dengan presentase 35,88%. Provinsi Gorontalo dengan total saham Rp. 72.978.500.000 sekitar -+ Rp. 72 Miliar dengan presentase 5,79%. Disusul jia secara keseluruhan Pemda di Gorontalo, Kabupaten Boalemo Rp. 48.161.200.000 -+ Rp. 48 Miliar, Pemkot Gorontalo Rp. 34.024.300.000 sekitar -+ Rp. 34 Miliar, Pemkab Gorontalo Rp. 25.838.600.000 sekitar -+ Rp. 25 Miliar, Pemkab Gorontalo Utara Rp. 22.699.600.000 sekitar -+ 22 Miliar, Pemkab Pohuwato Rp. 18.458.500.000 sekitar -+ Rp. 18 Miliar dan Pemkab Bone Bolango Rp. 13.015.400.000 sekitar -+ 13 miliar. Jika dijumlahkan secara keseluruhan total saham Pemda di Gorontalo Rp.235.176.100.000 sekitar -+ Rp. 235 Miliar, hanya 50% total saham yang dimiliki oleh Pemda Provinsi Sulawesi Utara.
Jika dilihat kacamata matematis, sedikit saham yang dilakukan oleh Pemda Gorontalo terhadap Bank BSG, dengan presentase 17,62% kontribusi saham Pemda di Gorontalo dari total saham sebesar Rp. 1.216.022.200.000 -+ Rp. 1,216 Triliun. Jika dikaitkan secara politis, tentu kacamata ini sangatlah berbeda.
BSG Bukan Sekadar Lembaga Keuangan Biasa
Langkah Pemerintah Daerah yang mempertimbangkan menarik sahamnya dari Bank SulutGo (BSG) perlu ditinjau ulang dengan serius. Di atas kertas, keputusan itu mungkin terlihat sebagai strategi diversifikasi atau efisiensi investasi daerah. Namun dalam praktiknya, keputusan tersebut berpotensi melemahkan kekuatan fiskal daerah, mengganggu ekosistem ekonomi lokal, serta mengorbankan hubungan jangka panjang yang strategis daerah. Apalagi, pada era pemerintahan baru ini.
Bank Sulawesi Utara Gorontalo, didalam historisnya bukan hanya lembaga keuangan biasa, tapi institusi keuangan milik daerah yang sudah menjadi bagian dari denyut ekonomi Gorontalo yang sudah berusia 25 Tahun. Sebagai pemegang saham, Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Gorontalo memiliki kendali dan akses terhadap BSG–mulai dari pembiayaan program strategis hingga penyimpanan dana kas daerah yang dilakukan selama ini.
Dividen dari saham BSG rutin menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Gorontalo. Misalnya, dalam laporan keuangan terakhir, kontribusi BSG terhadap PAD Gorontalo tercatat mencapai miliaran rupiah. Bila saham ditarik dan dialihkan ke institusi lain (entah bank nasional atau swasta), sumber pendapatan ini bisa menghilang–dan itu bukan kerugian kecil bagi Gorontalo untuk kesejahteran masyarakat.
Jika diulas lebih jauh, dalam bukunya Mankiw, N. G. tentang Principles of Economics, ia menjabarkan 10 prinsip dasar ekonomi. Pemerintah harus mempertimbangkan antara keuntungan jangka pendek dan manfaat jangka panjang, setiap keputusan ekonomi memiliki biaya yang tidak terlihat, termasuk potensi kehilangan dividen atau stabilitas ekonomi lokal, tetapi pemerintah tetap punya peran untuk memperbaiki kegagalan pasar dan mendistribusikan sumber daya. Menarik saham dari BSG bisa tampak menguntungkan di awal (misalnya karena alasan politik atau kebutuhan likuiditas), tapi opportunity cost-nya bisa sangat besar–kehilangan kontrol terhadap ekonomi lokal, hilangnya dividen, dan potensi kerugian sosial bagi masyarakat di Gorontalo.
Selain itu juga, dalam buku Economics yang ditulis Samuelson, P. A., & Nordhaus, W. D. salah satu buku ekonomi yang dikenal dalam sejarah mengenai keseimbangan pasar, efisiensi, dan keadilan sosial, ia bilang begini: Pertama, peran pemerintah sangat vital dalam menstabilkan ekonomi dan melindungi sektor-sektor yang tidak mendapat perhatian pasar. Kedua, ekonomi tidak selalu efisien secara otomatis — intervensi publik dibutuhkan untuk mendukung sektor strategis, termasuk perbankan daerah dan investasi publik sebaiknya dikelola secara profesional dan akuntabel untuk masyarakat. Jadi, keputusan Pemda di Gorontalo yang menarik saham dari bank daerah perlu dinilai dari sudut efisiensi dan keadilan. BSG mungkin mendukung sektor masyarakat yang tidak mendapat perhatian dari bank besar, sehingga pemutusan hubungan dapat berdampak pada keseimbangan sosial-ekonomi.
Risiko Keuangan Daerah dan Dimensi Politik Lokal
Penarikan investasi dari Bank Sulawesi Utara Gorontalo berpotensi menurunkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM, yang merupakan tulang punggung ekonomi Gorontalo. Studi menunjukkan bahwa peningkatan utang pemerintah daerah secara signifikan mengurangi penciptaan likuiditas bank dengan meningkatkan risiko likuiditas dan kredit macet . Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan signifikan dalam struktur permodalan bank daerah dapat mempengaruhi stabilitas keuangan lokal.
Tak bisa dipungkiri, keputusan menarik saham dari BSG oleh beberapa Pemda di Gorontalo juga sarat dengan dinamika politik lokal antara Sulawesi Utara dan Gorontalo. Di tengah pergantian kepemimpinan dan tarikan kepentingan antar daerah/kabupaten, bank milik daerah sering jadi arena tarik ulur–antara kebutuhan jangka pendek dan visi pembangunan jangka panjang. Namun, jangan sampai keputusan bernuansa politis itu malah mengorbankan kepentingan masyarakat luas. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang menuntut stabilitas, bank daerah seperti BSG justru menjadi pilar utama perputaran ekonomi di sektor UMKM, pendidikan, dan sosial di Gorontalo.
Dalam buku Economic Development yang ditulis Todaro, M. P., & Smith, S. C. mengulas panjang tentang kemiskinan, ketimpangan, pembangunan institusi, dan inklusi keuangan, terutama di negara berkembang. Pertama, peran institusi lokal seperti bank daerah atau disebut saja BSG sangat penting dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang baik harus dibarengi dengan pemerataan hasil pembangunan dan terakhir diulas panjang tentang pembangunan tidak bisa hanya bertumpu pada pasar bebas–butuh dukungan dari lembaga yang pro-rakyat dan punya misi pembangunan.
Diibaratkan, BSG adalah bagian institusi lokal yang mendukung inklusi keuangan dan pembangunan daerah satu di antaranya adalah Gorontalo. Penarikan saham bisa melemahkan fungsi pembangunan lokal, terutama bagi masyarakat miskin dan pelaku UMKM di Gorontalo.
Kepekaan Sosial yang Tidak Dilirik oleh Bank Besar
BSG juga memiliki ikatan historis dan kultural yang erat dengan masyarakat Sulawesi Utara dan Gorontalo. Bank ini tidak hanya memahami karakter lokal, tapi juga punya kepekaan sosial dalam mendukung pembangunan wilayah yang seringkali tidak dilirik oleh bank-bank besar.
Evaluasi saham BSG seharusnya tidak hanya dilihat dari harga jual hari ini, tapi dari nilai strategis jangka panjang. Apalagi, menurut Permendagri No. 52 Tahun 2012, penyertaan modal di BUMD seperti BSG masuk dalam kategori investasi jangka panjang yang harus dijaga dan dikelola untuk keberlanjutan fiskal daerah salah satunya di Provinsi Gorontalo. Jika saham dilepas tanpa perencanaan matang, maka kedepan, pertama, Pemda Gorontalo kehilangan kursi di RUPS dan pengaruh dalam kebijakan bank. Kedua, kemungkinan pengalihan keuntungan (dividen) ke pemegang saham lain, dan lebih parahnya lagi turunnya kepercayaan publik terhadap komitmen Pemda Gorontalo menjaga aset lokal.
Pemerintah mesti memikirkan lagi, jika dilihat kasus serupa di Indonesia, kasus di Bank Maluku Maluku Utara menunjukkan bahwa praktik pengelolaan yang tidak sesuai dapat menimbulkan temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) . Demikian pula, saham Pemkab Lombok Barat di PT Indotan menjadi temuan berulang oleh BPK karena tidak jelas keberadaan dananya serta tidak memberikan dividen terhadap pemerintah dan masyarakat. Hal ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi daerah.
Jadi, jika Pemda di Gorontalo ingin menarik saham dari BSG, keputusan itu harus melalui kajian menyeluruh, melibatkan prinsip-prinsip ekonomi pembangunan, efisiensi pasar, dan keadilan sosial masyarakat di Gorontalo. Menarik saham dari Bank SulutGo bukanlah langkah kecil. Ia bukan sekadar soal angka, tapi soal arah kebijakan publik pemerintah daerah di Gorontalo. Bila Pemda di Gorontalo ingin menjaga kedaulatan fiskal daerah dan keberlanjutan ekonomi lokal, maka langkah terbaik saat ini adalah memperkuat kemitraan strategis dengan BSG, bukan justru melepasnya walaupun kondisi struktural berupa direksi dan komisaris dari warga lokal Gorontalo tidak ada. Jangan sampai tergoda pada janji jangka pendek, lalu menyesal kehilangan aset strategis jangka panjang Gorontalo.