Hibata.id – Sebuah pengadilan kecil di jantung Sulawesi Tengah tengah diuji: Pengadilan Negeri Buol akan membacakan putusan sela atas eksepsi Mada Yunus, Selasa pekan ini. Tapi yang digugat bukan semata seorang petani, melainkan legitimasi gerakan agraria yang selama ini dibekap dalam sunyi.
Mada Yunus bukan kriminal. Ia satu dari ribuan petani yang bertahan di tengah skema kemitraan sawit yang pincang bersama PT Hardaya Inti Plantations (HIP). Namun kini ia duduk di kursi terdakwa, dituduh menyerobot lahan dan menghasut warga—pasal-pasal yang kerap jadi alat represi terhadap perjuangan agraria.
Awal Januari 2024, Mada dan petani lainnya menghentikan sementara operasional kebun. Bukan tanpa alasan. Sudah lebih dari satu dekade, suara protes soal ketertutupan pengelolaan kebun plasma dan pembagian hasil yang tidak jelas hanya bergaung di telinga sendiri. PT HIP, alih-alih membuka ruang dialog, justru mengunci akses, meninggalkan petani dalam belenggu kemitraan yang timpang.
Selama 16 tahun, lebih dari 4.900 keluarga menyerahkan tanahnya untuk dikelola perusahaan. Tapi tak sebutir pun hasil panen bisa mereka nikmati secara adil. Yang ada justru utang menggunung—Rp1 triliun lebih—yang dibebankan kepada tujuh koperasi petani, tanpa transparansi.
“Ini bukan kemitraan, tapi perbudakan gaya baru,” kata Fatrisia Ain, Koordinator Forum Petani Plasma Buol. Ketimpangan makin nyata ketika sebagian petani tak tercantum dalam Surat Keputusan Bupati yang mengatur peserta kemitraan. Tanpa nama di SK, tanah pun melayang.
Konflik kian meruncing, dan negara tampak gamang. Sembilan laporan petani ke kepolisian mengendap tanpa tindak lanjut. Sebaliknya, laporan perusahaan terhadap Mada Yunus segera melaju ke meja hijau. Hukum berpihak pada yang berkuasa.
“Kriminalisasi ini adalah bentuk pembungkaman terhadap hak petani,” ujar Fatrisia.
Lebih dari itu, kehadiran aparat di lapangan sering kali tak netral. Mereka menjaga kepentingan perusahaan, bukan melindungi warga. Padahal, menurut Undang-Undang UMKM Nomor 20 Tahun 2008, skema kemitraan semacam ini seharusnya berpihak kepada petani sebagai mitra usaha kecil. Kenyataannya jauh panggang dari api.
Forum Petani Plasma Buol menyebut kriminalisasi terhadap Mada Yunus sebagai ujian bagi keadilan agraria di Indonesia. Mereka menyerukan dukungan dari publik, organisasi masyarakat sipil, dan institusi negara untuk mengawal proses ini secara jernih dan adil.
Sidang ini bukan sekadar pengadilan bagi seorang Mada Yunus. Ini adalah cermin: apakah hukum masih berpihak pada rakyat, atau sepenuhnya milik pemilik modal.
Tuntutan Forum Petani Plasma Buol:
- Bebaskan Mada Yunus dari dakwaan yang tidak berdasar.
- Hentikan kriminalisasi terhadap petani yang memperjuangkan haknya secara sah dan damai.
- Hentikan intimidasi dan pengerahan aparat terhadap warga.
Sebagai bentuk perlawanan, para petani akan hadir mengawal persidangan di depan PN Buol, Selasa, 6 Mei 2025. Dengan doa, spanduk, dan suara yang tak ingin lagi dibungkam.