Scroll untuk baca berita
Kabar

Tambang Emas Ilegal Masih Beroperasi di Dengilo: Pemberhentian Aktivitas PETI Hanya Formalitas?

×

Tambang Emas Ilegal Masih Beroperasi di Dengilo: Pemberhentian Aktivitas PETI Hanya Formalitas?

Sebarkan artikel ini
Alat berat berupa excavator yang sedang beroperasi di pertambangan emas tanpa izin (PETI) di belakang Kantor Kecamatan Dengilo, Pohuwato. (Foto: Dok. Hibata.id)
Alat berat berupa excavator yang sedang beroperasi di pertambangan emas tanpa izin (PETI) di belakang Kantor Kecamatan Dengilo, Pohuwato. (Foto: Dok. Hibata.id)

Hibata.id – Di belakang papan nama Kantor Kecamatan Dengilo, Pohuwato, mesin-mesin tambang ilegal masih meraung. Deru excavator berdentum hanya beberapa langkah dari pusat pemerintahan, seolah menyindir setiap rapat dan notulen yang menyerukan penghentian aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI).

Sumber Hibata.id, Selasa (09/07/2025), mengungkap fakta mengejutkan: aktivitas tambang masih berjalan di belakang kantor camat, lengkap dengan alat berat yang terus menggali. Padahal sebelumnya, rapat lintas sektor yang digelar 18 Juni 2025 lalu memutuskan penutupan sementara seluruh aktivitas PETI di Dengilo.

Janji itu nyatanya hanya bergema di ruang rapat. Di lapangan, ekskavator masih “menari”, menggaruk perut bumi tanpa izin, menantang terang-terangan Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, yang mengancam penambang ilegal dengan hukuman penjara hingga lima tahun dan denda Rp100 miliar.

Namun di Dengilo, pasal itu seperti macan kertas. Tak ada penyegelan, tak ada garis polisi, apalagi penindakan. Yang terdengar hanya suara logam berat menghantam batu, mengalirkan emas entah ke mana dan untuk siapa.

Penelusuran langsung Hibata.id pada Senin (08/07/2025) pun mengonfirmasi hal yang sama. Aktivitas PETI di belakang kantor camat Dengilo masih berlangsung bebas, meskipun surat edaran penghentian telah disepakati.

Baca Juga:  Polemik PETI Potabo: Nyawa Melayang, Cukong Tak Juga Dijerat

Hingga berita ini diturunkan, Camat Dengilo belum memberikan klarifikasi resmi. Pemerintah setempat juga belum menunjukkan tanda-tanda penindakan konkret. Padahal, jika aktivitas ini dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga legitimasi pemerintah akan ikut tergerus.

Janji Penertiban: Rapat Serius atau Sekadar Simbolik?

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Pohuwato menggelar rapat lintas sektor membahas aktivitas pertambangan di Kecamatan Dengilo, Rabu, 18 Juni 2025. Rapat yang dipimpin Wakil Bupati Pohuwato Iwan S. Adam itu menghasilkan keputusan tegas: seluruh kegiatan pertambangan di wilayah Dengilo ditutup sementara hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Keputusan tersebut diambil menyusul meningkatnya kekhawatiran atas dampak lingkungan dan kesehatan akibat aktivitas tambang liar. Salah satu sorotan utama adalah munculnya 48 kasus malaria di wilayah itu, yang diduga berasal dari kubangan bekas tambang yang menjadi sarang nyamuk.

“Tambang ilegal ini dilematis. Dilarang tidak, dibiarkan juga tidak. Tapi yang paling penting, semua pihak harus bertanggung jawab menekan dampak buruknya. Jangan sampai pemerintah harus turun dengan tindakan tegas karena fasilitas umum ikut rusak,” ujar Iwan dalam rapat yang digelar di Kantor Camat Dengilo.

Rapat tersebut turut dihadiri oleh unsur TNI/Polri, Kesbangpol, Dinas Lingkungan Hidup, kepala desa se-Kecamatan Dengilo, tokoh adat, serta perwakilan organisasi penambang. Camat Dengilo, Nakir Ismail, menyatakan pihaknya kesulitan berkoordinasi dengan para pelaku tambang.

Baca Juga:  Hak Mahasiswa Dibatasi? Dugaan Intimidasi di Kampus UBM Gorontalo Tuai Kecaman

“Entah kepada siapa kami harus meminta informasi dan berkoordinasi,” kata Nakir Ismail dalam notulen yang ia tandatangani.

Ketua APRI Pohuwato, Limonu Hippy, menyebut DPRD melalui Komisi II telah membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengkaji lebih dalam persoalan ini. Ia menegaskan bahwa kubangan bekas tambang wajib ditimbun kembali.

“Kalau ingin dapat respons positif dari pemerintah, pelaku tambang harus menjaga fasilitas umum,” ujarnya.

Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup menyatakan aktivitas tambang wajib mengikuti ketentuan dalam PP Nomor 26 Tahun 2025 agar tidak merusak lingkungan. Kepala Kesbangpol menambahkan bahwa aktivitas keluar-masuk penambang harus dilaporkan dalam 1×24 jam, dan wajib mematuhi hukum adat.

Sejumlah kepala desa juga menyuarakan keprihatinan. Mereka sepakat bahwa tambang tidak perlu ditutup total, tetapi perlu pengaturan ketat. Kepala Desa Padengo menilai lokasi tambang yang mengancam fasilitas umum harus ditutup. Sementara Kepala Desa Karya Baru mendorong adanya pos pengawasan sebagai pintu masuk tambang.

Kapolsek Paguat menyatakan bahwa meski kewenangan polisi terbatas, semua aktivitas di wilayah tersebut tetap harus dilaporkan. Danpos Komaril 1313-01 Paguat menyarankan penataan ulang agar penambang memahami aturan.

Baca Juga:  Protes PETI yang Merusak Lingkungan, Aksi HMI Ricuh di Depan Polres Pohuwato

Langkah-langkah konkret akan segera diambil selama masa penutupan. Penambang diminta menimbun kembali lubang bekas tambang yang tidak lagi produktif, memperbaiki fasilitas umum yang rusak, serta ikut dalam program rehabilitasi lingkungan dan normalisasi sungai.

Hasil Rapat: Keputusan Ada, Tindakan Nihil

Rapat tersebut menghasilkan keputusan tegas: penutupan sementara seluruh aktivitas tambang di Dengilo, penimbunan kembali kubangan, serta perbaikan fasilitas umum yang rusak. Bahkan direncanakan pemasangan baliho peringatan dan pelaksanaan rehabilitasi lingkungan.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa keputusan itu hanya berhenti di kertas. Tidak ada tindak lanjut, tidak ada pengawasan. Mesin-mesin tambang masih bekerja seolah tak pernah ada keputusan.

Pertanyaannya kini, di mana keberanian aparat penegak hukum? Apakah hukum hanya berlaku di desa-desa terpencil dan tumpul saat berhadapan dengan tambang yang punya “pelindung”? Atau, kita harus menunggu lubang-lubang tambang itu merobek pusat pemerintahan Dengilo, agar semua akhirnya “terbangun”?

Tanah dan lingkungan tak bisa menunggu. Jika pemerintah masih sibuk rapat, dan aparat hanya jadi penonton, maka jangan heran jika yang tumbuh bukan pembangunan, tapi ketidakpercayaan.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600