Scroll untuk baca berita
Buton

Tarif Mencekik, Warga Buton Tengah Desak Pengambilalihan Layanan PDAM

×

Tarif Mencekik, Warga Buton Tengah Desak Pengambilalihan Layanan PDAM

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi krisis air bersih. (Foto: sedekahair.org)
Ilustrasi krisis air bersih. (Foto: sedekahair.org)

Hibata.id –Hampir satu dekade sejak pembentukan Kabupaten Buton Tengah melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2014, layanan air bersih di wilayah itu masih dikelola oleh PDAM Buton, kabupaten induk yang telah terpisah secara administratif. Kondisi ini memicu keluhan warga karena berbagai masalah yang ditimbulkan dalam pelayanan.

Pengelolaan air bersih oleh PDAM Buton dinilai tidak adil dan membebani masyarakat. Warga menyoroti tarif air yang tinggi, sistem penggolongan pelanggan yang tidak transparan, serta tagihan yang membengkak tanpa dasar pemakaian yang jelas.

Scroll untuk baca berita

“Bayangkan, kami cuma pakai air untuk masak dan mandi, tapi digolongkan sebagai pelanggan industri. Tagihan kami malah lebih mahal dari listrik,” ujar seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Mawasangka yang enggan disebutkan namanya, Jumat (11/7/2025).

Sebagian besar pelanggan mengaku tidak mengetahui penggolongan mereka dalam sistem PDAM—apakah masuk dalam kelompok I, II, III, atau kelompok khusus—namun tagihan mereka tetap tinggi tanpa penjelasan memadai.

Warga juga mengeluhkan akurasi meteran air yang diragukan. Konsumsi riil hanya beberapa kubik, namun tagihan yang muncul jauh lebih besar. Bahkan, terdapat beban tetap yang dianggap tidak masuk akal karena nilainya kadang melebihi pemakaian air.

Baca Juga:  Kahia’a, Tradisi Pingitan yang Terjaga Sejak Zaman Kerajaan

“Kami ini rakyat kecil, bukan pabrik. Tapi diperlakukan seperti tidak punya hak atas air di tanah sendiri,” tegas Ridwan, Ketua Forum Masyarakat Peduli Air Buton Tengah.

Ketimpangan Layanan dan Sengketa Kewenangan

Ridwan menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk ketimpangan struktural yang harus segera diakhiri. Ia menilai warga Buton Tengah seolah menjadi tamu di wilayahnya sendiri, sebab infrastruktur air berada di daerah mereka, namun keuntungan mengalir ke daerah lain.

“Ini bukan soal teknis air saja. Ini soal harga diri. Kami ini kabupaten, bukan kecamatan yang numpang,” ucap Ridwan.

Menurutnya, berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2014, seluruh aset milik Pemkab Buton yang berada di wilayah Buton Tengah, termasuk PDAM, seharusnya sudah diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Buton Tengah. Ia juga merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa layanan air bersih merupakan urusan wajib kabupaten.

“Tidak ada alasan PDAM Buton masih mengelola air di sini tanpa izin dari pemerintah kami,” lanjutnya.

Baca Juga:  DPRD Buteng Tegur PDAM: Tarif Tidak Wajar, Distribusi Bermasalah

PDAM Dituding Langgar UU Sumber Daya Air

Menanggapi klaim PDAM Buton yang mengaku telah mengantongi izin dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Ridwan merujuk pada UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

“Izin provinsi hanya berlaku jika sumber air melintasi dua kabupaten. Faktanya, air, instalasi, dan pelanggan semuanya berada di Buton Tengah. Jadi, izin harus dari pemda kami. Itu kewajiban hukum,” ujarnya.

Ia menegaskan, pengelolaan tanpa dasar hukum itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Terlebih, PDAM Buton meraup pendapatan dari daerah yang bukan lagi kewenangannya.

“Mereka tidak hanya mengambil air, tapi juga mengambil hak dan potensi pendapatan daerah. Ini soal konstitusi,” tegasnya.

Ridwan meminta Pemkab Buton Tengah segera bertindak. Ia mendesak audit menyeluruh terhadap kegiatan PDAM Buton di wilayah Buton Tengah, serta percepatan proses pengambilalihan aset dan layanan air bersih.

“Kalau aspirasi terus diabaikan, kami akan lawan. Secara hukum maupun sosial. Ini panggilan nurani,” katanya.

Desakan Publik Meningkat, DPRD Buteng Ambil Sikap

Desakan warga Buton Tengah agar pengelolaan layanan air dialihkan ke pemerintah daerah semakin menguat. Bagi masyarakat, hal ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan menyangkut hak atas pelayanan dasar, kedaulatan daerah, dan keadilan.

Baca Juga:  Wakil Bupati Buton Tengah Salat Idul Fitri Bersama Warga di Lapangan J Wayong

Belum lama ini, DPRD Buton Tengah memanggil Direktur PDAM Buton untuk dimintai klarifikasi terkait tarif air yang tinggi dan transparansi layanan.

Warga berharap langkah legislatif ini mampu memecah kebuntuan, dan menjadi titik awal penyelesaian persoalan air bersih yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Kebijakan Tarif Air Berdasarkan Regulasi Nasional

Sebagai informasi, penggolongan tarif pelanggan PDAM diatur dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 71 Tahun 2016.

Regulasi tersebut menetapkan empat kelompok pelanggan:

  1. Kelompok I: Masyarakat berpenghasilan rendah, membayar tarif rendah.

  2. Kelompok II: Pelanggan rumah tangga dengan tarif dasar (kecuali konsumsi di atas kebutuhan dasar).

  3. Kelompok III: Pelanggan yang menggunakan air untuk kegiatan ekonomi, dikenakan tarif penuh.

  4. Kelompok Khusus: Pelanggan tertentu dengan tarif berdasarkan perjanjian.

Namun, warga Buton Tengah menilai implementasi di lapangan tidak sesuai dengan ketentuan tersebut. Mereka meminta klasifikasi pelanggan dilakukan secara adil dan transparan.

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600