Hibata.id – Seorang guru berinisial DH di Kabupaten Gorontalo resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan terhadap anak di bawah umur.
Penetapan ini dilakukan setelah penyelidikan mendalam oleh kepolisian berdasarkan laporan dari paman korban yang menjadi wali.
Laporan kepolisian dengan nomor LP D199/9/2024 yang diterima oleh Polres Gorontalo pada 23 September 2024, menjadi dasar penyelidikan lebih lanjut. Hingga kini, polisi telah memeriksa 10 orang, termasuk 8 saksi, korban, serta tersangka DH.
Kronologi Kejadian
Kapolres Gorontalo, AKBP Deddy Herman, menjelaskan bahwa hubungan antara korban dan tersangka diduga telah berlangsung sejak awal 2021.
Awalnya, korban mendapat perhatian lebih dari tersangka, namun hubungan ini berujung pada tindakan pelecehan yang kini menjadi inti kasus.
Bukti utama dalam kasus ini adalah rekaman video yang tersebar di media sosial. Video tersebut kini telah diamankan sebagai barang bukti oleh pihak berwenang.
Polisi juga tengah mengusut pihak yang merekam dan menyebarkan video, dengan dugaan pelaku perekam berasal dari lingkungan korban.
Dalam proses penyelidikan lebih lanjut, kepolisian akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus ini,” ujar Kapolres.
Korban Mengalami Trauma
Kapolres juga menyampaikan bahwa korban, yang masih di bawah umur, saat ini berada dalam perlindungan. Pihak keluarga serta teman-temannya memberikan dukungan moral.
Kepolisian juga masih menyelidiki apakah ada motif lain di balik perekaman dan penyebaran video tersebut.
Kasus ini terus berkembang dan penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Pihak sekolah dan instansi terkait juga sudah dilibatkan untuk menangani dampak psikologis yang dialami korban.
Tersangka DH dijerat dengan Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Ia terancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, dengan tambahan sepertiga hukuman karena tersangka berstatus sebagai tenaga pendidik,” ia menandaskan.