Hibata.id – Di beranda rumah dinasnya yang teduh, Adhan Dambea bicara soal hal yang selama ini sering dianggap remeh tapi menyimpan bara masalah: aset pemerintah daerah. Dalam pertemuan dengan jajaran Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Gorontalo, Senin, 14 April 2025, Wali Kota Gorontalo itu menegaskan—pengamanan aset tak bisa setengah hati. “Untuk mencegah potensi sengketa, kita harus menjaga fisik dan administrasi aset daerah,” ujarnya tegas.
Adhan menunjuk beberapa lokasi strategis yang kini dalam status rawan, bahkan sebagian sudah dikuasai pihak lain tanpa proses hukum yang jelas. Di antaranya Terminal 42, Kantor Lurah Libuo, kompleks benteng Otanaha, hingga kawasan pelabuhan ferry di Leato.
“Beberapa sudah ditempati, bahkan diklaim. Ini bukan lagi isu administratif, tapi sudah menyentuh integritas pengelolaan aset publik,” katanya.
Pengalamannya sendiri menjadi semacam ironi. Adhan mengaku pernah menjadi korban praktik pengambilalihan tanah secara ilegal. “Tanah saya sendiri pernah dibaliknamakan tanpa saya pernah menandatangani akta jual beli atau surat kuasa,” ungkapnya.
Masalah lain yang mencuat: gedung eks terminal yang kini ditempati Bank SulutGo (BSG). Adhan menyebut bank tersebut hanya membayar sewa sebesar Rp25 juta per tahun—nilai yang ia anggap jauh dari wajar, mengingat lokasi gedung berada di kawasan strategis dan digunakan untuk kegiatan komersial.
“Sewa Rp25 juta setahun untuk gedung di lokasi strategis? Itu jelas tidak sebanding dengan potensi pendapatan bank,” ujarnya, menyiratkan ketimpangan yang telah berlangsung cukup lama.
Dalam pandangan Adhan, pengamanan aset tak bisa hanya dilakukan oleh kantor teknis. Ia mendorong keterlibatan aktif camat dan lurah, serta perlunya edukasi kepada masyarakat agar paham hak dan batas hukum dalam penguasaan tanah.
“Masalah pertanahan harus diselesaikan berdasarkan data, bukan asumsi atau keinginan sepihak,” katanya.
Koordinasi dengan ATR/BPN pun ditekankan, agar validasi data dan penertiban aset dilakukan secara objektif. Ia ingin birokrasi daerah bekerja dengan presisi: menata ulang, mengamankan, lalu mengelola aset sebagai sumber kekuatan fiskal, bukan sekadar daftar inventarisasi.
Pertemuan itu turut dihadiri sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD), camat, dan lurah. Semacam rapat darurat yang tak disebut demikian, tapi menyimpan pesan kuat: Adhan tak ingin sejarah tanah Gorontalo ditulis oleh kelalaian administratif.