Hibata.id – Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Hutan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, kembali menjadi perhatian publik. Meskipun berbagai operasi penertiban telah dilakukan oleh Tim Gabungan, praktik ini tetap berlangsung dan semakin mengkhawatirkan.
Praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) ini tak hanya dilakukan secara manual, tetapi juga menggunakan alat berat untuk menggali dan memproses material tambang.
Dampaknya, kerusakan lingkungan di kawasan hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati ini semakin parah. Ekosistem Hutan Boliyohuto terancam akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
Tambang ilegal tersebut berlokasi di Dusun Pasir Putih, Desa Pilomonu, Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo, tepatnya di titik koordinat 122°03’30.3″E 00°47’46.4″N. Pada Juli 2024, empat pelaku berinisial AM (41), TD (45), YT (42), dan AO (23) diamankan. AM dan TD diketahui sebagai penanggung jawab lapangan.
Sebelumnya, pada Februari 2023, tiga orang lain berinisial F, SB, dan S juga ditangkap dalam operasi gabungan. Dalam penertiban tersebut, dua ekskavator yang digunakan untuk menggali material tambang turut disita. Namun, tindakan hukum ini belum memberikan efek jera bagi para pelaku.
Tambang emas ilegal ini diduga berada di atas wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Lion Global Energi (LGE), anak perusahaan Sugico Grup. Berdasarkan data Minerba One Map Indonesia dari Kementerian ESDM, LGE memiliki IUP seluas 4.981 hektare yang diberikan Gubernur Gorontalo pada 2018.
Namun, LGE tidak memiliki izin persetujuan penggunaan kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Usulan IPPKH dengan luas 1.650 hektare yang diajukan LGE ditolak oleh KLHK pada 2023. Meski demikian, dugaan keterlibatan LGE dalam aktivitas tambang ilegal mencuat.
Sumber menyebut LGE berkolaborasi dengan CV Gumilang Duta Perkasa (GDP), perusahaan yang disinyalir pemilik alat berat di lokasi tambang ilegal tersebut.
Tumpang Tindih dengan Konsesi HTI
Selain itu, izin tambang LGE juga diduga tumpang tindih dengan konsesi hutan tanaman industri (HTI) milik PT Gorontalo Citra Lestari (GCL) seluas 46.170 hektare.
Pada 30 Desember 2024, GCL telah melaporkan aktivitas PETI ini ke Balai Gakkum KLHK. Hingga kini, investigasi lebih lanjut sedang dilakukan.
“Mereka sampai hari ini beroperasi dengan menggunakan alat berat,” ungkap seorang warga setempat. Kepala Seksi III Balai Gakkum Wilayah Sulawesi, Subagio, menyatakan, “Saya cek dulu laporannya.”
Kerusakan lingkungan yang terjadi di Hutan Boliyohuto tidak hanya merusak keindahan alam, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup flora dan fauna di dalamnya. Aktivitas ini harus segera dihentikan untuk melindungi sumber daya alam yang berharga di kawasan tersebut.
Diperlukan langkah tegas dan berkelanjutan dari pihak berwenang untuk mengatasi permasalahan tambang emas ilegal ini. Tanpa tindakan nyata, kerusakan lingkungan akan terus berlanjut, dan hukum akan kehilangan wibawanya. Publik berharap pemerintah daerah dan pusat segera mengambil tindakan konkret untuk menghentikan aktivitas ilegal ini.