Hibata.id – Kebiasaan memasak lontong menggunakan pembungkus plastik saat ini masih sering dijumpai, terutama saat perayaan hari besar keagamaan atau hajatan keluarga.
Meski dianggap praktis, beberapa para pakar kesehatan menyatakan bahwa cara tersebut berpotensi membahayakan tubuh.
“Plastik yang digunakan sebagai pembungkus lontong, terutama plastik tipis atau bukan food-grade, bisa melepaskan zat kimia berbahaya saat dipanaskan dalam air mendidih,” kata dr. Lia Ramadhani, Sp.GK, ahli gizi klinik, dalam keteranganny, Jumat (27/06/2025).
Menurutnya, senyawa seperti Bisphenol A (BPA), ftalat, dan stiren dapat keluar dari plastik saat terkena suhu tinggi. Zat-zat ini dikenal sebagai endocrine disruptors yang dapat mengganggu sistem hormon manusia.
Efek jangka panjang dari paparan bahan kimia ini meliputi risiko kanker, gangguan kesuburan, kerusakan organ, hingga penurunan daya tahan tubuh.
Kutipan Tambahan
“Memasak makanan dalam plastik bukan hanya menurunkan kualitas gizi makanan, tapi juga membuka risiko kontaminasi kimia berbahaya. Ini bukan soal mitos, tapi soal ilmiah,” tegas dr. Lia.
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pangan sehat mendorong banyak pihak untuk kembali menggunakan bahan alami.
Dalam konteks lontong, pembungkus dari daun pisang dinilai lebih aman dan ramah lingkungan.
Selain itu, produsen alat rumah tangga kini juga menyediakan cetakan lontong berbahan stainless steel yang bisa digunakan berulang dan lebih higienis.
Pakar kesehatan dan instansi pemerintah sepakat bahwa perlindungan konsumen perlu diperkuat, termasuk dalam hal edukasi pengolahan makanan.
Masyarakat diimbau untuk memilih metode memasak yang aman demi menjaga kualitas kesehatan keluarga.
Penjelasan Badan POM
Pada umumnya kantong plastik yang tersedia di pasaran terbuat dari bahan baku Low Density Polyethylene (LDPE), Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), High Density Polyethylene (HDPE), Polypropylene (PP), dan Oriented Poly Propylene (OPP). Masing-masing jenis plastik tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda, seperti titik leleh, kelenturan, kejernihan, ketahanan terhadap suhu, dll.
Berdasarkan sifat tersebut, terdapat beberapa jenis plastik yang titik leleh dan titik melunak (softening point) tinggi (di atas 100°C), yaitu plastik jenis LLDPE, HDPE, PP, dan OPP. Dengan demikian, plastik jenis tersebut relatif aman jika digunakan pada suhu tinggi (perebusan/pengukusan), termasuk untuk digunakan dalam pembuatan lontong.
Sementara, untuk kantong plastik LDPE memiliki titik melunak yang rendah, yaitu pada suhu 830C – 98°C, sehingga disarankan hanya digunakan untuk penyimpanan atau proses pemasakan di bawah suhu tersebut. Meski demikian, jenis plastik ini dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga suhu -50°C, namun tidak sesuai untuk bahan pangan berlemak. Berbagai jenis plastik pada dasarnya bersifat inert (tidak mudah bereaksi) dan tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan. Akan tetapi, adanya bahan-bahan tambahan (additive) seperti pelicin, antioksidan, pewarna, dsb. dalam proses pembuatan plastik, berisiko terhadap kesehatan.
Secara kasat mata, plastik kemasan pangan sulit dibedakan jenisnya, sehingga kantong plastik yang beredar di pasar sebaiknya dilakukan uji migrasi untuk menjamin keamanannya. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan, di antaranya menyebutkan bahwa plastik untuk kemasan pangan termasuk membuat lontong harus memenuhi syarat uji migrasi dan agar setiap plastik yang dijual diberi label dengan jelas, seperti jenis ketahanan panas, dll.
“Sebagai perlindungan terhadap masyarakat, Badan POM terus melakukan pengawasan terhadap produk kemasan pangan yang kemungkinan tidak memenuhi syarat”, jelas Kepala Badan POM, Penny K. Lukito. “Masyarakat harus berhati-hati dalam menggunakan plastik untuk memasak termasuk merebus lontong. Jika masyarakat ragu atau memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0812-1-9999-533, e-mail halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia”, tutup Kepala Badan POM.