Hibata.id – Tanah Balayo yang dulu hijau dan damai kini berubah menjadi lahan gersang penuh luka. Deru ekskavator bukan lagi sekadar suara mesin, melainkan penanda kehancuran yang dibiarkan merajalela.
Di Dusun Karya Baru, Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio, tambang emas tanpa izin (PETI) terus beroperasi terang-terangan. Lingkungan rusak, hukum dilanggar, namun tak ada tindakan dari aparat penegak hukum.
Dalam pantauan Hibata.id pada Senin (5/5/2025), sejumlah alat berat ekskavator terlihat terus bekerja tanpa henti—menggali, mengeruk, merusak tanah tanpa izin, tanpa reklamasi, dan tanpa tindakan hukum.
Padahal, Pasal 158 UU Minerba jelas menyebut bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin dapat dikenai pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Yang lebih memprihatinkan, lokasi tambang ilegal ini berada dekat dengan permukiman warga dan Lapas Pohuwato. Risiko keselamatan bersifat nyata, namun seolah tak terlihat oleh aparat yang seharusnya menjaga ketertiban dan hukum.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pohuwato, Sumitro Monoarfa, dalam rapat gabungan bersama DPRD Pohuwato pada Senin (28/4/2025) lalu, menyampaikan bahwa aktivitas tambang ilegal ini telah berdampak langsung terhadap kesehatan dan lingkungan.
“Tambang ilegal ini bukan hanya merusak tanah, tapi juga memperburuk penyebaran penyakit berbahaya seperti malaria,” ungkap Sumitro.
Data resmi mencatat bahwa sejak 2023 hingga awal 2025, terdapat 1.882 kasus malaria di Kabupaten Pohuwato, dengan wilayah Marisa dan Buntulia sebagai zona terparah.
Dinas Kesehatan telah mulai menangani penyebaran sejak Februari 2025, namun kerusakan lingkungan akibat operasi tambang dan pencemaran air belum juga berhenti.
“Ekskavator yang bekerja tanpa henti ikut memperparah kondisi kesehatan warga,” tambah Sumitro.
Laporan demi laporan dari Lembaga Advokasi Independen (LAI) dan mahasiswa telah dikirim ke Polres dan kementerian. Namun sejauh ini, belum terlihat adanya penindakan.
“Desa Hulawa dan Dengilo sudah rusak total. Sekarang Patilanggio pun menyusul,” kata Sumitro.
Sayangnya, upaya konfirmasi Hibata.id kepada Kapolsek Patilanggio, IPDA Yudi Srita Salim, berakhir tanpa jawaban. Nomor jurnalis Hibata.id justru diblokir usai permintaan konfirmasi dikirimkan. Alih-alih menjawab, pihak kepolisian justru memilih bungkam.
Sikap semacam pura-pura mati ini tak hanya mencederai prinsip keterbukaan informasi publik, tapi juga memperkuat kesan pembiaran terhadap aktivitas ilegal yang terus menggerus lingkungan dan mengancam keselamatan warga.