Abdul Rajak Babuntai [ Orang Desa ]
Sebetulnya, waktu 72 jam tidak cukup untuk mengenal Insil, Bolaang Mongondow, secara mendalam. Namun, sebagai sebuah perjalanan, kunjungan singkat ke perkampungan kecil ini memberikan hikmah tersendiri. Saya merasa perjalanan ke Insil, tanpa berlebihan, serupa petualangan Anthony Bourdain, sang petualang Amerika yang menemukan makna mendalam dari perjalanannya ke Peru.
Bourdain mengagumi keistimewaan Peru dengan hutan hujan, dataran tinggi, dan Pegunungan Andes. Sayangnya, sebelum meninggal dunia, Bourdain belum sempat mengunjungi Insil di tanah Totabuan. Jika saja ia ke sana, mungkin ia akan merevisi pandangannya tentang Peru dan berkata, “Apakah perjalanan membawa hikmah? Saya pikir, tidak ada tempat yang lebih baik untuk mengetahuinya selain di Insil.”
Insil dan Identitasnya
Insil adalah salah satu desa di Kecamatan Passi Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Jaraknya dari ibu kota Kabupaten Bolmong adalah 64 km, 15 km dari Kotamobagu, dan hanya sekitar 3,5 km dari Kecamatan Modoinding.
Di wilayah Bolaang Mongondow, nama Insil atau Passi Timur mungkin tidak sepopuler Lolak, Dumoga, atau Inobonto. Namun, seperti yang dikatakan Robert Chambers tentang “orang luar,” Insil patut dikenal karena keistimewaannya.
Sayangnya, kurangnya pengetahuan membuat masyarakat luar sering menganggap penduduk Insil sebagai bagian dari etnis Minahasa, karena letaknya yang berbatasan dengan Kecamatan Modoinding, Minahasa Selatan. Padahal, masyarakat Insil adalah penduduk asli Bolaang Mongondow dan lebih fasih berbahasa Mongondow.
Secara fisik, banyak penduduk Insil yang memiliki penampilan menyerupai orang Minahasa atau Eropa, dengan kulit putih dan rambut merah. Hal ini dipengaruhi oleh jejak DNA Belanda yang pernah lama bermukim di sana. Bahkan, saat kebanyakan penjajah Belanda meninggalkan Indonesia, sebagian yang berada di Insil memilih tetap tinggal.
Keistimewaan Insil
Tidak banyak desa di Bolaang Mongondow yang dianugerahi keindahan alam seperti Insil. Desa ini memiliki panorama indah, tanah subur, air bersih, dan suhu udara dingin. Suhunya bahkan bisa mencapai 13°C, dan menurut penduduk setempat, pernah mencapai 9°C—angka yang jarang ditemukan di Indonesia namun lebih umum di Eropa.
Dengan kondisi geografis tersebut, Insil menjadi salah satu desa penghasil tanaman hortikultura terbesar di Bolaang Mongondow. Kentang, kubis, dan bawang daun adalah hasil unggulan masyarakatnya. Sayangnya, karena tanaman serupa juga dihasilkan di Modoinding, Insil sering luput dari perhatian orang luar. Berdasarkan data BPS Bolaang Mongondow (2024), produksi kentang Passi Timur pada 2022 mencapai 35.876 kuintal, sementara pada 2023 tercatat 3.400 kuintal. Untuk kubis, hasil produksi 2022 adalah 3.643 kuintal, dan pada 2023 tercatat 747 kuintal. Dari angka tersebut, Insil menjadi kontributor terbesar.
Pelajaran dari Insil
Insil adalah contoh nyata bagaimana frasa “unggul dan berdaya saing” tidak hanya menjadi kata-kata. Penduduk Insil memahami potensi desanya dan mengelolanya dengan baik. Mereka fokus pada pertanian hortikultura yang sesuai dengan kondisi alam dan bernilai ekonomis.
Banyak lulusan perguruan tinggi di Insil yang memilih berkebun (ba kobong) karena hasilnya lebih menjanjikan dibandingkan bekerja di pabrik atau menjadi karyawan honorer. Hal ini berbeda dengan tempat lain, seperti Gorontalo, di mana bahkan lulusan SMA/sederajat sering enggan untuk bertani.
Masyarakat Insil juga menjaga kemandirian desanya dengan menolak investasi asing, seperti perusahaan pengolahan kentang dari Jerman dan perusahaan air minum dari Perancis. Mereka lebih memilih mengurus desa dengan cara mereka sendiri. Menariknya, meski tanpa investasi besar, indikator ekonomi menunjukkan masyarakat Insil hidup sejahtera. Seperti yang pernah diamati oleh mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad , semakin banyak orang yang pergi ke tanah suci, semakin baik kondisi ekonomi masyarakat. Hal ini juga berlaku di Insil. Dengan populasi ±1.000 jiwa, setiap tahun puluhan warganya berangkat umrah, dan banyak anak mudanya yang liburan ke Bali, Bandung, Jogja, atau Jakarta.
Harapan untuk Insil
Entah sampai kapan Insil akan mempertahankan status quo. Yang jelas, desa ini memiliki potensi untuk mengembangkan sektor-sektor usaha baru berbasis kondisi alamnya. Salah satu yang patut dikembangkan adalah Wisata Minat Khusus berbasis ekologi. Seperti Ciwidey di Bandung yang terkenal dengan pemandangan indah dan udara dinginnya, Insil memiliki peluang serupa.
Potret Insil memberikan pelajaran penting bahwa apa yang dianggap benar oleh kalangan profesional atau ilmuwan tidak selalu relevan bagi masyarakat lokal. Kadang, kita perlu belajar dari masyarakat desa, sebagaimana dikatakan Robert Chambers, bahwa mereka adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan potensi wilayahnya sendiri.