Peristiwa

Barah Konflik di IHIP Berujung Kriminalisasi

×

Barah Konflik di IHIP Berujung Kriminalisasi

Sebarkan artikel ini
Aparat kepolisian saat melakukan pengamanan terhadap aksi warga sekitar. (Foto: Istimewa)
Aparat kepolisian saat melakukan pengamanan terhadap aksi warga sekitar. (Foto: Istimewa)

Hibata.id – Proyek pembangunan kawasan industri PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) di Desa Ambunu, Tondo, dan Topogaro, Kecamatan Bungku Barat, Morowali, Sulawesi Tengah di warnai dengan berbagai macam konflik agraria.

Proyek yang merupakan kerjasama IHIP dengan Bahosua Taman Industri Invesment Grup (BTIIG) itu memicu terjadi perampasan lahan secara brutal dengan berbagai modus, salah satu paraktenya ialah modus salah gusur lahan.

Diketahui, IHIP direncanakan akan dibangun dengan skema dua tahap. Tahap satu seluas 12.000 Hektar, dan tahap dua 18.800 hektar. Namun, perusahaan ini diduga tidak memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) serta izin lingkungan (Amdalalin).

Baca juga: Tungku Smelter PT ITSS di Morowali Meledak Lagi, Walhi; Bukti Tidak ada Perbaikan

Pada tanggal 11 Juni 2024 lalu, warga sekitar melakukan blokade jalan tani di Desa Topogaro dan dusun folili (Topograo). Aksi itu untuk menghentikan aktivitas produksi IHIP sebagai bentuk protes mereka.

Pasalnya, jalan yang diblokade warga tersebut sudah diklaim sepihak oleh PT IHIP dan BTIIG sebagai jalan holing untuk aktivitas perusahaan. Klaim sepihak itu didasarkan dari MoU tukar guling asset antata perusaaan dengan Bupati Morowali.

Baca Juga:  Desa Muara Bone, Bone Bolango Diterjang Banjir

Padahal, sebelum adanya perusahaan nikel itu, jalan tani tersebut merupakan utama masyarakat untuk menuju lahan kebun mereka, seperti kopi, kakao, dan sawah. Jalan tani itu juga merupakan akses utama menuju Gua Topogaro (situs budaya).

Baca juga: Jatam Sulteng: Izin Tambang Nikel di Banggai Harus Ditinjau Kembali

Wandi, Kampainer Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenga (Sulteng) mengatakan, klaim sepihak itu yang membuat kemarahan masyarakat meluas ke Desa Ambunu. Akhirnya, aksi yang sama juga oleh warga Ambunu pada tanggal 15 Juni 2024 lalu.

“Aksi blokade di ikuti kurang lebih 500 orang yang tersebar di tiga titik. Desakan yang kian memuncak. Masyarakat sudah satu minggu menghentikan aktivitas produksi PT IHP,” kata Wandi melalui rilis yang dikirim.

Namun, kata Wandi, akibat aksi yang dilakukan itu, PT IHIP malah melakukan somasi ke empat orang warga yang melakukan protes tersebut. Warga itu diantaranya; Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, dan Safaat. Empat orang itu juga dilaporkan ke Polda Sulteng

Baca Juga:  15 Rumah Warga di Kelurahan Botu Terendam Banjir

Baca juga: Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Simpul Walhi Gorontalo Serukan Moratorium Industri Ekstraktif

Tak hanya itu, ada lima orang dari warga Desa Ambunu juga disomasi oleh IHIP atas aksi mereka yang dilakukan pada 15 Juni. Mereka diantaranya; Moh Haris Rabbie, Makmur Ms, Abd Ramdhan, Hasrun, dan Rifiana M.

“Jadi, ada sembilan orang yang ada disomasi oleh IHIP. 4 orang diantaranya, dilaporkan ke Polda Sulteng,” jelasnya

Baca juga: Walhi Sulteng Dukung Aksi Penolakan Warga Watutau Tentang Tambang Ilegal

Pada tanggal 22 Juni 2024, katanya, terjadi pertemuan antara pihak masyarakat, perusahaan dan unsur Forkopimda. Ia bilang, dalam pertemuan tersebut, pemerintah daerah (Pemda) Morowali menyatakan MoU tersebut telah dibatalkan.

“Sementara pihak perusahaan tetap bersikeras bahwa MoU tersebut masih berlaku karena pembatalan tersebut bersifat sepihak,” ujarnya

Wandi bilang, berdasarkan rilis resmi BTIIG dan Pemda Morowali terjadi penandatanganan MoU pada 22 Desember 2023. Sementara dalam berita acara pembatalan MoU yang diterima masyarakat, MoU yang dibatalkan merujuk pada MoU tertanggal 11 Maret 2024.

Baca Juga:  Ratusan Penghuni Lapas Gorontalo Nyaris Terluka Akibat Banjir

“Kedua Mou tersebut menggunakan frasa ‘penggunaan aset’ sementara dalam video yang ramai beredar MoU yang dibacakan oleh legal eksternal IHIP menggunakan frasa ‘Tukar Aset’. Apakah terdapat MoU lain lagi?,” tanyanya.

Baca juga: Jatam Gugat Dinas ESDM Sulteng di Komisi Informasi

Wandi menduga, apa yang dilakukan oleh IHIP ini untuk mendapatkan lahan masyarakat secara murah. Disisi lain, diirnya menilai pemerintah absen dalam penyelesaian konflik tersebut, dan justru terkesan melindungi kepentingan perusahaan.

“Praktik buruk konsolidasi tanah oleh PT IHIP ini seperti penjajahan, perampasan dan memanipulasi hak masyarakat,” tegasnya

Walhi Sulteng meminta, MoU tukar guling asset harus benar-benar dibatalkan, serta IHIP harus menghentikan praktik kriminalisasi kepada warga sekitar. Ia bilang, pihaknya juga meminta ada evaluasi dan moratorium kepada IHIP.

“Kami juga meminta ada tindakan dari DPRD Morowali atas klaim sepihak IHIP, serta meminta Pemda Morowali mengawasi praktik perampasan tanah oleh IHIP,” pungkasnya

**Cek berita, artikel dan konten lainnya di GOOGLE NEWS
Example 120x600