Hibata.id – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ali Ahmad, mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terbukti terlibat dalam aksi premanisme.
Ia menegaskan, ormas yang menggunakan kedok legalitas untuk melakukan kekerasan layak dibubarkan dan dijerat hukum pidana.
“Negara tidak boleh tunduk pada aksi kekerasan yang mengatasnamakan ormas. Premanisme yang menimbulkan ketakutan, intimidasi, atau pemerasan di tengah masyarakat bukan bagian dari kebebasan berserikat, tapi bentuk kejahatan,” kata Ali Ahmad dalam pernyataan resminya, Sabtu (10/5/2025).
Ali menilai, tindakan kekerasan yang dilakukan secara sistematis oleh kelompok berkedok ormas dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, bahkan kejahatan perang jika dilakukan dalam skala besar. Karena itu, ia mendorong pemerintah mencabut legalitas ormas yang terlibat aksi anarkis.
Menurut dia, aturan hukum nasional telah cukup memadai untuk menindak pelaku premanisme. Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur sanksi terhadap penganiayaan oleh kelompok orang, sementara Pasal 368 KUHP mengatur tindak pidana pemerasan dengan ancaman kekerasan.
“Pelanggaran-pelanggaran itu bisa dihukum pidana penjara, denda, atau bahkan pekerjaan sosial sebagai alternatif. Pemerintah harus segera menindak sesuai koridor hukum yang ada,” tegasnya.
Ali Ahmad menyoroti maraknya aksi premanisme yang belakangan ramai di media sosial, dan menyatakan bahwa perilaku seperti itu mencederai prinsip ormas sebagai wadah partisipasi masyarakat.
“Jika ada organisasi yang justru membuat kegaduhan dan keresahan, maka negara berhak mencabut izin operasionalnya. Tidak ada kompromi terhadap ormas yang menebar ancaman di ruang publik,” ujarnya.
Usulkan Pendekatan Antiterorisme
Ali juga mendorong pemerintah mengadopsi pendekatan dari negara lain, seperti Amerika Serikat, yang menggunakan undang-undang antiterorisme untuk menertibkan ormas yang melanggar hukum.
“Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang berhasil mengatur ormas dengan tegas. Di Singapura, peraturan sangat ketat sehingga ormas tidak bebas melakukan kekerasan. Jepang juga sukses membina hubungan harmonis antara ormas dan pemerintah lewat regulasi yang jelas,” papar Ali Ahmad.
Ia mengingatkan bahwa sejarah ormas di Indonesia sejak masa Orde Lama hingga Reformasi menunjukkan dinamika pengawasan negara. Namun, dalam konteks saat ini, ia menilai regulasi harus diperkuat agar kebebasan berserikat tidak disalahgunakan.