HeadlineKesehatan

Menguak Praktik Dokter Mafia di RSAS Aloei Saboe Gorontalo

×

Menguak Praktik Dokter Mafia di RSAS Aloei Saboe Gorontalo

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Dokter Mafia/Hibata.id/AI
Ilustrasi Dokter Mafia/Hibata.id/AI

Hibata.id – Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, akhirnya angkat suara lantang soal carut-marut manajemen Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS).

Di hadapan jajaran internal rumah sakit, ia membongkar dugaan praktik curang yang menggerogoti institusi layanan kesehatan terbesar di kota itu—mulai dari pengalihan pembelian obat hingga keberadaan ‘dokter mafia’.

Scroll untuk baca berita

Dalam sebuah forum pembinaan internal bersama jajaran RSAS, Adhan tak lagi berbicara dalam kode. Ia menyebut secara gamblang adanya keterlibatan “dokter mafia” di balik layanan kesehatan yang timpang.

Salah satunya, dugaan praktik pengalihan pembelian obat ke luar apotek rumah sakit dengan harga selangit—sebuah manuver yang disinyalir menguntungkan pihak ketiga yang telah “bermitra gelap” dengan oknum tenaga medis.

Baca Juga:  HIV Masih Belum Ada Obatnya, Mampu Menyamar dalam Sel Tubuh

“Saya tidak bicara isu. Ini fakta. Saya tahu siapa dokternya,” ujar Adhan dengan nada tinggi. “Bagaimana bisa rumah sakit jadi rujukan utama kalau internalnya sendiri tidak bersih?”

Ia mengisahkan pengalaman pasien yang diminta membeli obat seharga Rp3,2 juta dari luar, padahal obat tersebut seharusnya tersedia di dalam fasilitas rumah sakit. Skema ini, menurutnya, bukan insiden tunggal. Ada pola. Ada jaringan. Dan lebih buruk lagi—ada pembiaran.

Tak berhenti di keluhan, Adhan membawa peringatan itu ke level aksi. Ia akan membentuk tim khusus evaluasi RSAS, yang terdiri dari gabungan unsur pemerintah, tenaga medis aktif maupun pensiunan, serta tokoh masyarakat. Fokus tim ini: audit manajemen, tata kelola distribusi obat, sistem rujukan, hingga pemosisian dokter spesialis.

Baca Juga:  Demo di Polda Gorontalo: Mahasiswa Desak Penangkapan Yosar, Terduga Koordinator PETI Pohuwato

“Saya tidak akan bicara di atas kertas. Kalau perlu, saya berkantor dua hari seminggu di RSAS. Semua aktivitas akan saya pantau langsung,” katanya.

Langkah pengawasan itu, lanjut Adhan, akan diperkuat dengan pemasangan sistem monitoring langsung dari Balai Kota. Ia juga menyoroti lemahnya regulasi internal, di mana Peraturan Direktur RSAS yang digunakan saat ini masih merujuk pada dokumen usang dari tahun 2014.

“Ini rumah sakit, bukan museum,” sindirnya.

Di hadapan para tenaga medis, Adhan mengingatkan bahwa rumah sakit bukan semata tempat mencari nafkah, melainkan ladang pengabdian. “Di sinilah kalian hidup, menafkahi keluarga. Jangan biarkan kepentingan pribadi merusak amanah yang lebih besar,” tegasnya.

Baca Juga:  Kartu Joss Indosat Beredar di Gorontalo, Registrasi Diduga Pakai Data Warga

Pernyataan keras ini dinilai sebagai titik balik penataan RSAS yang selama ini dinilai “mati suri dalam wibawa”. Adhan ingin RSAS berdiri kembali sebagai institusi publik yang bersih, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan segelintir oknum yang bermain di balik meja periksa.

Transformasi RSAS kini tinggal menunggu: apakah benar Wali Kota akan berdiri di garis depan perubahan? Ataukah ‘dokter mafia’ justru masih akan bertahan dalam sistem yang terlalu lama dibiarkan kebal?

**Cek berita dan artikel terbaru di GOOGLE NEWS dan ikuti WhatsApp Channel
Example 120x600